You can be happy or you can be unhappy. It's just according to the way you look at things. - Walt Disney

Minggu, 29 April 2018

TUGAS 3 MONOPOLI

4/29/2018 08:38:00 PM Posted by Visy Noor Widinda No comments

Pasar Monopoli
Pengertian pasar monopoli secara etimologis adalah berasal dari kata mono artinya satu dan polist artinya penjual dari bahasa Yunani.
Pasar monopoli adalah suatu bentuk interaksi diantara permintaan dan penawaran yang bercirikan hanya ada produsen tunggal yang berhadapan dengan banyaknya konsumen atau pembeli.


Ciri-ciri Perusahaan Monopoli
  1. Hanya terdapat satu penjual dalam pasar.
  2. Tidak ada barang pengganti (substitusi) yang dapat dipasok oleh orang lain. Dalam bahasa inggris disebut dengan istilah no close substitute.
  3. Harga produk/layanan diatur oleh satu perusahaan. Perusahaan monopoli adalahprice maker.
  4. Perusahaan lain (kompetitor baru) akan kesulitan untuk memasuki pasar.
  5. Konsumen tidak memiliki alternatif lain untuk pindah penyedia layanan (vendor).
  6. Praktek monopoli tentu saja dapat menimbulkan ketidakadilan atau kerugian untuk masyarakat.
  7. Umumnya perusahaan-perusahaan monopoli memiliki anggaran beriklan (dan pemasaran) yang relatif kecil.

Undang-undang Anti Monopoli

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat : Sebagai langkah yang paling jelas dalam penataan persaingan usaha di Indonesia, agar tidak terjadi penguasaan Industri oleh kelompok pelaku bisnis tertentu, dan agar terjadi iklim yang kondusif dalam dunia usaha serta memberikan kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil, agar terjadi efisiensi dalam perekonomian nasional maka diundangkan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang merata. Ada beberapa ketentuan mengenai larangan terhadap beberapa hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut, ialah mengenai hal-hal sebagai berikut 128 : 128 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

a.       Larangan melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain yang dapat mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Larangan-larangan tersebut adalah

·         Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan atau berakibat penguasaan produksi dan atau persamaan barang atau jasa (pasal 4 ayat 1).
·         Membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga barang atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen (pasal 5 ayat 1).
·         Membuat perjanjian dengan pembeli yang mengakibatkan terjadinya perbedaan (diskriminasi) harga barang atau jasa yang harus dibeli oleh pembeli yang satu dengan pembeli yang lain (pasal 6).
·         Membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar (pasal 7)
·         Membuat perjanjian yang melarang pembeli barang atau jasa untuk menjual atau memasok kembali barang atau jasa yang dibelinya itu dengan harga yang lebih rendah dari pada harga yang ditetapkan dalam perjanjian (pasal 8).
·         Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran diantara mereka, dimana pelaku usaha yang satu hanya akan melakukan pemasaran diwilayah pemasarannya sendiri sebagaimana yang telah disepakati dan tidak melakukan pemasaran di wilayah pemasaran mitra janjinya (pasal 9)
·         Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan melakukan pemboikotan terhadap para pelaku usaha pesaing mereka yang bertujuan :
·         Menghalangi pelaku usaha lain untuk dapat melakukan usaha yang sama (pasal 10 ayat 1).
·         Menolak menjual setiap barang atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain (pasal 10 ayat 2 huruf a), dan membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan (pasal 10 ayat 2 huruf b).
·         Membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan terbentuknya suatu kartel diantara mereka (pasal 11).
·         Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk suatu trust diantara mereka (pasal 12)
·         Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk terciptanya oligopsoni (pasal 13)
·         Membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk terjadinya integrasi vertikal diantara mereka (pasal 14)
·         Membuat perjanjian yang mempersyaratkan agar pelaku usaha yang lain hanya memasok atau tidak memasok kembali barang atau jasa yang telah dibelinya kepada pihak tertentu atau ditempat tertentu (pasal 15 ayat 1)
·         Membuat perjanjian dengan pihak lain yang mempersyaratkan bahwa pihak lain hanya dapat membeli apabila yang bersangkutan membeli pula barang atau jasa yang lain dari yang bersangkutan (pasal 15 ayat 2)
·         Membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga atas barang atau jasa yang mensyaratkan bahwa pihak yang lain akan diberi harga yang dimaksud atau akan diberi potongan atas harga tersebut apabila yang bersangkutan :
·         Bersedia pula membeli barang atau jasa yang lain (pasal 15 ayat 3 huruf b)
·         Tidak akan membeli barang atau jasa yang sama dari pelaku usaha pesaingnya (pasal 15 ayat 3 huruf a).
·         Membuat perjanjian dengan pihak diluar negeri yang membuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 16)129 
b.      Larangan melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Kegiatan-kegiatan yang dilarang itu adalah sebagai berikut :
·         Melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau jasa (pasal 17 ayat 1) 129 Kalimat-kalimat dalam butir-butir diatas dan dibawah ini tidak disalin sama persis dengan kalimat-kalimat yang digunakan dalam Undang-Undang no.5 tahun 1995, hal ini dilakukan untuk lebih dapat dimengerti atau dipahami oleh pembaca.
·         Menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar yang bersangkutan (pasal 18 ayat 1)
·         Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha yang lain untuk melakukan kegiatan usaha yang sama dalam pasar yang bersangkutan (pasal 19 huruf a).
·         Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha yang lain untuk melakukan kegiatan usaha yang sama dalam pasar yang bersangkutan (pasal 19 huruf b).
·         Menghalangi konsumen atau pelanggan dari pelaku usaha pesaingnya untuk dapat melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya (pasal 19 huruf c).
·         Membatasi peredaran dan atau penjualan barang atau jasa pelaku usaha pesaingnya dalam pasar yang bersangkutan (pasal 19 huruf d)
·         Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu (pasal19 hurufe)
·         Melakukan penjualan secara rugi atau dengan harga yang sangat rendah yang bertujuan untuk mematikan usaha pesaingnya dipasar yang bersangkutan (pasal 20)
·         Melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan jasa (pasal 21).
·         Melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender (pasal 22)
·         Melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha yang merupakan rahasia perusahaan pesaingnya (pasal 23), dan untuk menghambat produksi atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya (pasal 24).
·         Menyalahgunakan posisi dominan untuk menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen dalam memperoleh barang atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas (pasal 25 ayat 1 huruf a)
·         Menyalahgunakan posisi dominan untuk membantu pasar dan pengembangan teknologi serta menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan.
·         Memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha pada bidang dan pasar yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan, bila kepemilikan tersebut mengakibatkan :
o   Satu pelaku usaha atau satu kelompok satu usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu (pasal 27 huruf a).
o   Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu (pasal 27 huruf b).
·         Melakukan pengabungan dan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 28 ayat 1)
·         Melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain, apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 28 ayat 2)

Penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia diserahkan kepada Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU), selain keterlibatan aparat Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Penegakan pelanggaran hukum persaingan harus dilakukan terlebih dahulu melalui KPPU. penegakan hukum persaingan usaha dapat dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan saja. Karena Pengadilan merupakan tempat penyelesaian perkara resmi yang dibentuk oleh negara. Namun untuk hukum persaingan usaha, pada tingkat pertama penyelesaian sengketa antar pelaku usaha tidak dapat dilakukan oleh pengadilan. Alasannya adalah karena hukum persaingan usaha membutuhkan orang-orang yang memiliki latar belakang dan/atau mengerti betul seluk beluk bisnis dalam rangka menjaga mekanisme pasar.
Pelaksanaan Undang-undang No.5 Tahun 1999 yang akan diterapkan pada pelaku usaha yang melakukan praktek monopoli maupun praktek persaingan curang harus dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan efektifitas yang tepat. Sehingga tidak mengganggu kepentingan efisiensi jalannya ekonomi negara secara keseluruhan, tetapi tetap harus mengutamakan persaingan usaha yang sehat dan jujur.

Negara-negara Anti Monopoli
Amerika Serikat.
Di Amerika Serikat pada tahun 1890, Kongres menyetujui pemberlakuan Undang-undang yang berjudul “Act to Protect Trade and Commerce Against Unlawful Restraint and Monopolies”. Undang-undang itu lebih dikenal sebagai Sherman Act sesuai dengan nama penggagasnya. Akan tetapi dikemudian hari muncul serangkaian aturan perundangan untuk melengkapinya, sebagai berikut:
1.    Sherman Antitrust Act (1890)
2.    Clayton Act (1914)
3.    Federal Trade Commision Act (1914)
4.    Robinson-Patman Act (1934)
5.    Celler-Kefauver Anti Merger Act (1950)
6.    Hart-Scott-Rodino Antitrust Improvement Act (1976)
7.    International Antitrust Enforcement Assistance Act (1994)
            Banyaknya aturan hukum anti-monopoli tersebut merupakan refleksi pemerintah Amerika Serikat agar efektif dan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ekonomi guna menjaga dan menciptakan persaingan usaha yang sehat. Hal ini sekaligus indikasi bahwa dunia bisnis dan ekonomi telah berkembang dengan pesat dan sangat dinamis.  

Jepang
Pada tanggal 14 April 1947, Majelis Nasional (Diet) Jepang mengesahkan undang-undang yang diberi nama “Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance of Fair Trade”, atau dikenal dengan Dokusen Kinshi Ho. Dengan berlakunya undang-undang ini beberapa raksasa industry (zaibatsu) Jepang terpaksa direstrukturisasi dengan memecah diri menjadi beberapa perusahaan yang lebih kecil. Mitsubishi Heavy Industrydipecah menjadi 3 perusahaan. The Japan Steel Corp dipecah menjadi 2 perusahaan terpisah.

Korea Selatan
Undang-undang No. 3320 yang diberi nama “The Regulation of Monopolies and Fair Trade Act” disyahkan pada tanggal 31 Desember 1980. Dengan dekrit Presiden UU tersebut diberlakukan pada April 1981. Mengingat pesatnya perekonomian Negara maka UU tersebut telah mengalami 7 kali amandemen.

Australia
Sebagai Negara anggota Persemakmuran yang anggotanya adalah Negara-negara eks jajahan Inggris, maka Australia telah mendasarkan dirinya kepada ekonomi pasar. Oleh karenanya sejak tahun 1906 Australia telah memiliki “The Australian Industries Preservation Act” yang berisi larangan monopoli dan percobaan monopoli serta praktek-praktek dagang yang bersifat anti-persaingan. Karena pesatnya perekembangan ekonomi maka setidaknya telah terjadi 3 kali amandemen atas UU tersebut. 

Jerman
Sejak tahun 1909, Jerman telah memiliki Gesetz gegen Lauteren Wettbewerb UWG(Undang-undang Melawan Persaingan Tidak Sehat). Namun sejak selesainya Perang Dunia II dimana Negara Jerman terbagi menjadi 2 yaitu Jerman Barat dan Timur yang berbeda system ekonominya, maka UU tersebut tidak relevan lagi. Di Jerman Timur yang menganut system ekonomi sosialis dimana perekonomian disusun dan dilaksanakan secara terpusat oleh Pemerintah maka UU anti-monopoli menjadi tidak relevan, sebaliknya di Jerman Barat yang system ekonominya berorientasi pasar emskipun dijalankan dengan system sosialis tetap diperlukan UU anti-monopoli. Dengan alasan itu parlemen (Bundestag) menyetujui diundangkannya Gesetz gegen Wettbewerbsbescrankungen (UU Perlindungan Persaingan) yang lebih dikenal dengan sebutan Kartel Act



0 komentar:

Posting Komentar