You can be happy or you can be unhappy. It's just according to the way you look at things. - Walt Disney

Selasa, 05 Maret 2013

Cerpen

3/05/2013 09:09:00 PM Posted by Visy Noor Widinda No comments
Aku ngepost cerpen bikinan aku nih;D silahkan dibacaaaaa~


Tak Aku Duga
  
Kupandangi langit sore. Kulihat langit terlihat mendung. Kurasakan perasaan yang tak enak tapi entahlah, mungkin hanya perasaanku saja yang tidak karuan semenjak kejadian yang menimpaku tadi siang. Ya, tadi siang aku diejek oleh teman-temanku karena aku galak. Padahal, anak perempuan kelas 3 SD galak itu wajar. Yasudahlah.

Aku mempunyai 3 sahabat, dan semuanya laki-laki. Tidak jarang teman-temanku mengejekku perempuan tomboi, perempuan tidak normal atau apalah itu. Aku tidak menanggapinya, aku hanya cuek saja. Sahabat pertamaku yaitu Ditya Ramdhani Eka atau akrab dipanggil Eka. Dia adalah sahabat terbaikku. Kedua adalah Desmar. Dia yang paling tinggi diantara kami. Ketiga adalah Sendi. Dia orang yang paling pede diantara kami.
Aku baru ingat kalau aku punya PR dan sekarang sudah malam. Aku harus membuat prakarya dari sendal jepit. Karena aku lemah dalam pelajaran membuat karya seperti itu, aku pun memutuskan untuk pergi kerumah Eka. Aku meminta papahku untuk mengantarku kerumah Eka, lalu papahku mengantarku kerumah Eka.
Sesampai di rumah Eka, aku langsung masuk kerumahnya dan duduk
disusul papahku. Aku juga melihat ada Sendi disitu.
“Ka, bantuin aku bikin prakarya ya. Kan aku paling gak bisa bikin prakarya.” Kataku memohon.
“Iya, tenang saja. Aku pasti akan membantu kamu. Sendi juga siap membantu.” Jawab Eka.
“Makasih ya.”
“Iya sama-sama visy.”
Aku mempunyai ide untuk membuat mobil-nobilan. Lalu aku mengerjakan dibantu dengan Eka, Sendi, dan papahku. Setelah 1 jam berlalu, akhirnya selesai juga. Aku tampak puas dengan hasil karyaku.
“Nah, punya aku udah selesai nih. Bagus kan? Buatan Sendi gituloh hehe.” kata Sendi.
“Haha. Lumayan bagus sen.” Kataku.
“Bagusan juga punya aku tau.” Sambung Eka.
“Iyalah, kan kamu paling jago bikin prakarya gini di kelas. Ya pasti bagus.” Jawabku.
“Hehe gak usah gitu ah. Punya kamu juga bagus tuh vis.”
“Tapi bagusan punya kamu ka. Iri deh.”
“Semua hasil prakarya kalian itu semuanya bagus kok.” Kata papahku tiba-tiba.
“Iya pah iya.” Kataku.
“Ayo kita pulang, sekarang sudah malam.” Ajak papahku.
“Iya pah. Sendi, kamu mau ikut pulang bareng gak?”
“Hmmm... Boleh vis.”
“Oke deh. Ayo pah kita pulang, tapi anterin Sendi pulang dulu ya pah.”
“Iya. Kita pamitan dulu ya sama bapak dan ibunya Eka.” Jawab papahku.
Setelah berpamitan, kita pun pulang. Papahku mengantar Sendi pulang terlebih dulu. Setelah mengantar Sendi pulang, kami pun pulang kerumah. Aku capek sekali. Jadi, aku memutuskan untuk tidur.
Terdengar suara ayam berkokok yang menandakan hari sudah pagi. Aku segera bangun dan langsung mandi. Kemudian aku langsung solat. Entah kenapa, hari ini aku merasakan perasaan yang tidak enak. Padahal aku jarang merasakan perasaan tidak enak seperti ini. Yasudahlah, mungkin hanya perasaan saja.
Aku siap-siap untuk berangkat sekolah. Jam sudah menunjukan pukul 6. Aku langsung berangkat menuju sekolahku. Aku berangkat dengan berjalan kaki. Papahku sudah berangkat kerja dari pukul 05.30. Dia memang orang yang sangat rajin, aku salut padanya.
Sesampai disekolah, aku bermain dengan sahabat-sahabatku. Terdengar bunyi bel tanda masuk. Akhirnya aku dan sahabat-sahabatku masuk ke kelas. Entah kenapa, aku tidak begitu berkonsentrasi dengan pelajaran hari ini. Baru kali ini aku tidak konsen dengan pelajaran, tapi aku mengabaikannya.
Waktu sudah menunjukan pukul 12.00, saatnya pulang. Aku dan sahabat-sahabatku lari tergesa-gesa keluar kelas. Aku langsung pulang kerumah. Tidak ada orang dirumah kecuali pembantu dan adikku. Mamahku pergi bekerja.
Waktu sudah menunjukan pukul 2 siang. Padahal aku ada les bahasa inggris jam 02.30. Aku langsung bergegas untuk mandi dan siap-siap pergi. Tiba-tiba telepon rumahku berbunyi, aku lanhsung mengangkatnya.
“Halo, bisa berbicara dengan keluarga korban?” suara orang terdengar.
Sejenak aku berpikir. Maksud dari kata-katanya “keluarga korban” itu apa? Lalu aku menjawab dari suara orang itu.
“Iya, ini siapa ya?”
“Apakah ini anak dari bapak Muhammad Syukron?”
“Iya saya Visy, anaknya. Kamu siapa ya?”
“Nak, maaf ya bapak hanya ingin memberitahu kamu. Bapakmu kecelakaan motor. Sekarang tim medis sedang membawanya kerumah sakit. Saya adalah bosnya bapakmu. Ibumu sudah saya beritahukan hal ini. Sabar ya nak. Kita hanya bisa berdo’a agar bapak kamu bisa selamat.”
“Hah? Papah aku kecelakaan om? Ini beneran om? Om gak bohong kan?” jawabku kaget.
“Iya nak. Sudah dulu ya, saya ingin mengurus ini dulu. Sabar ya nak, kamu harus menerima cobaan ini.”
Tut, tut,tut... Suara telepon pun mati.
“Aku tidak percaya dengan semua ini. Om itu bohong. Papah tidak mungkin kecelakaan. Aku tidak percaya! Tidak!” aku berbicara dengan nada kesal.
Tanpa terasa air mata sudah membasahi pipiku. Aku kaget. Aku sedih. Aku menangis. Aku tidak percaya akan hal ini. Ini semua bohong! Aku tidak percaya! Akhirnya, aku memutuskan untuk tidak masuk les hari ini.
Tanpa terasa, malam tiba. Aku belum mendapatkan kabar dari mamahku atau bos papahku. Aku semakin khawatir. Aku takut terjadi apa-apa pada papahku. Aku tidak mau kehilangan papahku. Aku tidak mau!
Mamahku pulang sekitar jam 2 pagi dengan wajah yang amat sedih. Sepertinya mamahku membawa kabar buruk. Aku tidak sabar untuk mendengar kabar dari papahku.
“Mah, papah kok gak pulang bareng mamah?” tanyaku.
Mamahku hanya diam saja. Mamahku langsung pergi kekamarnya. Aku langsung menyusulnya. Aku masih bingung kenapa mamah begini. Aku langsung bertanya karena aku penasaran kenapa mamah bisa jadi begini.
“Mamah kenapa? Papah kemana?” tanyaku.
“Papah sudah..... pergi. Papah sudah pergi jauh nak. Papah tidak akan kembali kesini lagi.” Jawab mamahku dengan menangis.
“Papah pergi kemana mah? Kok papah gak pulang lagi sih? Papah udah gak sayang sama kita ya mah?” jawabku.
“Papah sayang banget sama kita. Papah sudah tidak ada di dunia ini.” Jawab mamahku dengan tambah menangis. “Papah sudah meninggal. Sekarang papah lagi dibawa ke Cianjur. Besok kita akan menyusulnya.” Mamah melanjutkan ucapannya dengan menangis.
Aku tidak percaya. Aku sangat tidak percaya. Aku kaget. Apakah aku hanya mimpi? Tidak! Ini bukan mimpi! Air mataku langsung jatuh membasahi pipiku. Aku sangat sedih.  Aku masih tidak percaya akan hal itu. Badanku terasa lemas. Aku tidak sanggup berkata-kata. Lalu mamahku memelukku sambil menangis.
Sekarang sudah pukul 5 pagi. Aku, mamahku, dan adikku bergegas untuk pergi ke Cianjur. Pembantuku tidak ikut karena harus menjaga rumah. Dari luar pintu rumahku, aku melihat Eka, Desmar, dan Sendi serta orangtua mereka sudah di teras rumahku. Lalu Eka, Sendi, dan Desmar merangkulku dengan menangis. Aku pun juga ikut menangis.
Lalu kita semua berangkat ke Cianjur. Aku berada dimobil sama dengan Eka. Sepanjang perjalanan, Eka menenangkanku. Aku tidak kuat dengan semua ini. Aku hanya bisa menangis. Eka dengan setia menghibur dan menenangkanku.
Sesampai di Cianjur, aku dan mamahku langsung turun dari mobil. Disana sudah banyak orang. Mamahku menuju ke Masjid yang berada didekat rumah papahku disusul aku. Aku melihat papah disitu. Terbaring lemah dengan wajah pucat dan kain yang menutupi tubuh dan wajahnya. Tak terasa air mataku sudah mengalir deras. Aku kaget. Aku sedih sesedih-sedihnya. Aku tak kuasa melihatnya. Aku terduduk lemas.
“Visy, kamu yang sabar ya.” Kata Eka.
Aku tak kuasa menjawabnya. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku hanya bisa menangis. Lalu papahku dimasukkan ke keranda. Aku hanya melihatnya sambil menangis. Kemudian keranda papahku digotong, dan kami pun berjalan menuju pemakaman. Tempat peristirahatan terakhirnya.
Sesampainya dipemakaman, orang-orang menurunkan keranda papahku dan membukanya. Lalu dikuburkannya papahku di tempat peristirahatan terakhirnya. Aku cuma bisa menangis. Rasanya aku tidak tega meninggalkan papah sendirian disana. Lalu kami berdo’a untuk papah dan meninggalkan area pemakaman.
Setelah meninggalkan pemakaman, aku menuju rumah nenekku sambil menangis. Aku masih tidak terima akan hal ini, tetapi ibu dan saudara-saudaraku menasehatiku agar aku ikhlas, tabah dan tawakal.
Kemudian, kami pulang menuju rumah kami di Jakarta. Aku merenungkan nasehat itu. Mereka benar. Aku harus ikhlas, tabah, dan tawakal. Aku tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan. Aku harus meneruskan hidupku. Masa depanku masih panjang, aku harus melewatinya dengan tegar.

0 komentar:

Posting Komentar