You can be happy or you can be unhappy. It's just according to the way you look at things. - Walt Disney

Kamis, 05 September 2013

Senja chapter 4-6

9/05/2013 11:19:00 AM Posted by Visy Noor Widinda No comments
Senja

Part 4

Kilauan cahaya mentari pagi masuk melalui jendela kamarku. Mataku terpaksa membuka, aku bangun dari tidur nyenyakku. Mama sedang berdiri di samping jendela kamarku. Aku melihat laptop yang masih terbuka tapi layarnya mati di depanku. Mungkin karena semalam aku kelelahan lalu tertidur dan lupa mematikan laptopku. Mama melototiku.

"Kenapa mah?" Tanyaku menguap
"Look at you! Sejak kapan kamu jadi berantakan begini?" Tanya mama dengan wajah yang serius
"Aku cuma kecapean aja mah tadi malem." Sangkalku

Padahal semalam aku mengerjakan tugas dengan sedih karena terus-terusan teringat akan kejadian sore itu.

"Mama tahu kamu bohong." Kata mamah

Mama menghampiriku lalu duduk di bibir ranjang. Aku bangun terduduk.

"Ada apa dengan hubungan kamu dan Daniel?" Tanya mama

Baru saja aku bangun sudah disuguhi pertanyaan seperti ini. Wajah mama semakin serius. Kalau aku cerita yang sebenarnya, mama pasti tidak akan mengizinkanku untuk berpacaran lagi dengan Daniel. Aku masih sayang dengan Daniel. Aku tak mau mama membenci Daniel.

"Daniel selingkuh?" Tanya mama lagi

Sudah kesekian kali mama bertanya kepadaku. Aku jadi ketakutan sekarang. Apa aku harus cerita kepada mama?

"Alison, kalau kamu tak menjawab pertanyaan mama berarti kamu tidak menghargai mama." Kata mama yang semakin kesal

Begitulah mama. Haduh. Aku bingung kalau dia sudah bicara seperti itu. Lebih baik aku menjawab pertanyannya. Aku menghembuskan nafas panjang.

"Iya mah." Jawabku singkat

Aku melihat ekspresi wajah mama. Dia sangat terkejut mendengarnya.

"Kapan? Kok kamu tahu? Kamu liat dimana? Ada buktinya?" Tanya mama dengan panik sambil marah
"Mah, calm down. Gak usah panik."

Mama mengatur nafasnya. Dia menghembuskan nafas panjang. Aku agak aneh dengan mama. Aku yang diselingkuhi kenapa dia yang bertingkah seperti itu. Kenapa semua jadi aneh.

"Kamu ada buktinya? Setahu mama, Daniel tidak akan mungkin bertindak seperti itu. Mama kenal sekali dengan keluarganya." Kata mama
"Aku gak tahu mah, yang jelas kemarin aku mergokin dia jalan berdua sama perempuan lain sambil mesra-mesraan. Aku ada buktinya mah."

Aku mengambil ponselku. Aku membuka galeri lalu mencari foto yang kemarin sore. Akhirnya aku menemukannya, aku perlihatkan kepada mama. Dia menutup mulutnya dengan terkejut. Entah kenapa air mataku mulai jatuh lagi. Air mataku menetes ke ponselku. Mama melihat ke arahku dengan iba. Segera aku menghapus air mataku lalu tersenyum ke arah mama.

Mama memelukku dengan erat. Aku berusaha tersenyum menahan rasa sakit ini tetapi hatiku tak tahan menahannya. Air mataku jatuh juga. Mama mengusap-usap punggungku.

"Kamu harus minta penjelasan ke dia Lis." Kata mama

Aku tak menjawab. Aku hanya mengeratkan pelukan mama. Tapi benar apa kata mama, aku harus minta penjelasan ke dia. Siapa tahu itu bukan pacarnya melainkan temannya. Tapi kenapa kalau teman bisa semesra itu?! Hhhhhh. Aku melepaskan pelukan mama.

Mama tersenyum melihatku. Aku menghapus air mata dari pipiku. Aku berusaha membalas senyuman mama.

"Kalau benar dia udah punya pengganti kamu, kamu harus memutuskan yang terbaik buat kamu. Karena Daniel udah memutuskan keputusan yang baik menurutnya. Kamu harus jadi perempuan yang kuat." Kata mama

Mama tersenyum lalu meninggalkan kamarku. Mama benar, aku harus meminta penjelasannya dahulu lalu aku membuat keputusan.


***


Hari ini aku harus bersikap normal. Aku tidak boleh terlihat sedih. Nanti aku akan bercerita kepada Emma. Hanya dia yang mengerti perasaanku selain orangtuaku. Hari ini Daniel sama sekali tak menelpon/sms. Aku mengerti karena dia sudah sibuk dengan pacar barunya.

Hari ini aku tak memakai make up sedikitpun, biasanya aku memakai bedak dan lipstik tipis agar aku kelihatan lebih fresh. Biasanya rambutku terurai, sekarang rambutku diikat asal dan memakai tas ransel. Aku tak memakai dress, sekarang aku hanya memakai t-shirt dan jeans panjang. 

Aku mengendarai mobilku sendirian menuju kampus. Aku melihat ke cermin atas. Wajahku tampak kusut. Lagi-lagi aku menghembuskan nafas panjang. Akhirnya aku sampai di kampus, aku memarkirkan mobilku di tempat parkir. Lalu aku turun dari mobil memasuki kampus. Aku menuju taman, disana sudah ada Emma dan Jack. Aku menghampiri mereka.

"Hai." Sapaku

Aku tersenyum tipis kepada mereka. Emma menunjukan ekspresi terkejutnya. Matanya seketika membulat. Dia kenapa ya? Aku melihat sekujur tubuhku. Apa ada yang salah denganku?

"Ini Alison kan?" Tanya Emma dengan kebingungan
"Iya ini gue. Masa lo lupa sama sahabat lo sendiri." Jawabku enteng
"Lo kenapa Lis? Penampilan lo berantakan banget gak kayak biasanya. Lo ada masalah?" Kata Emma dengan wajah terkejutnya
"Gue mau cerita sama kalian." Kataku
"Yaudah sini duduk Lis." Kata Jack

Aku duduk di samping Emma. Emma duduk berdekatan denganku sampai tak ada jarak. Jack juga duduk berdekatan dengan Emma sampai tak ada jarak. Aku mengatur nafasku terlebih dahulu.

"Langsung to the point aja ya." Kataku
"Gak mau, lo harus cerita sedetail-detailnya." Jawab Emma

Aku menghembuskan nafas. Huh. It's time to tell them.

"Kemarin pagi-pagi Daniel kerumah gue, dia ngajakin gue jalan tapi dia ada kelas siang di kampus. Dia mau bolos, otomatis gue nolak. Gue mau jalan sama dia tapi dia harus masuk, dia pun mengiyakannya. Gue ninggalin dia untuk mandi, Daniel pun menunggu di ruang tamu. Pas gue nyamperin dia, dia lagi serius banget mainin hp. Sampe-sampe gue didiemin sama dia. Karena gue kesel, gue masuk ke kamar untuk ngerjain tugas. Terus bi Ine dateng ke kamar gue, katanya Daniel pulang ada urusan." Ceritaku

Emma dan Jack hanya memperhatikanku. Ini dia bagian yang paling menyayat hatiku.

"Ceritain lagi dong." Kata Jack
"Pas sorenya si Daniel gak muncul-muncul juga ke rumah gue padahal kita mau jalan. Karena gue takut Daniel kenapa-napa, gue memutuskan untuk pergi ke rumah Daniel untuk melihat keadaannya. Nah...." kataku
"Nah apa?" Tanya Emma makin penasaran

Air mataku jatuh lagi. Haduh Lis. Ayo kamu harus tegar. Kamu harus jadi perempuan kuat. Emma merangkulku lalu mengusap-usap tanganku.

"Gue kejebak lampu merah. Pas gue nengok, gue ngeliat Daniel lagi sama perempuan lain di taxi lagi mesra-mesraan. Gue memutuskan untuk ikutin taxi itu. Mereka berhenti di cafe terus gue foto mereka." Kataku sambil terisak
"Lo foto? Mana? Liat dong." Kata Jack

Aku mengambil ponselku yang ada dikantung celana. Aku memperlihatkan foto yang kemarin kepada Jack dan Emma. Aku melihat wajah Jack yang sedang berpikir.

"Lo lagi mikir apa Jack?" Tanyaku
"Gue kayaknya pernah lihat perempuan ini deh. Tapi gue lupa dimana." Jawab Jack mengira-ngira
"Siapa? Coba lo inget-inget." Tanyaku penasaran

Aku menunggu jawaban dari Jack. Emma juga melihat wajah Jack dengan penuh tanya. Jack sedang mengingat-ingat siapa perempuan yang ada di foto itu.

"Nah!" Kata Jack tiba-tiba

Aku dan Emma terkejut. Aku mengelus dadaku, untung saja aku tidak punya penyakit jantung.

"Bikin kaget aja." Keluh Emma
"Gue tahu siapa. Perempuan itu mantannya Daniel. Kalau gak salah namanya Andin." Jawab Jack dengan semangat
"Andin? Daniel gak pernah cerita ke gue tentang Andin." Kataku

Selama kami berpacaran, Daniel tak pernah cerita kepadaku tentang Andin. Apa dia balikan lagi dengan mantannya? Ya Tuhan. Air mataku ingin keluar, tapi aku menahannya. Emma megusap-usap punggungku agar aku tenang.

"Andin itu mantan kesayangannya Daniel. Mereka putus sepihak. Andin yang memutuskan Daniel, padahal Daniel masih cinta dengannya. Tapi gue gak tahu kalau Daniel udah move on atau belum, dia gak pernah cerita. Menurut gue sih, dia udah move on secara dia kan sekarang pacarannya sama lo." Jelas Jack

Sek nyesek. Kenapa Daniel tak pernah menceritakan Andin kepadaku dari dulu?! Seharusnya dia bercerita kepadaku. Air mataku mulai membasahi pipi.

"Lo itu bikin gara-gara aja ya Jack." Kata Emma kesal
"Kenapa sih sayang?" Tanya Jack tak mengerti
"Gara-gara info lo, Alison jadi nangis."
"Alison kan yang minta informasinya. Jadi aku gak salah dong."
"Udahlah. Jack gak salah kok." Kataku sambil menghapus air mata

Emma melototi Jack. Aku melihat Emma dengan tersenyum, Emma pun ikut tersenyum kepadaku. Aku menaruh ponselku kembali di kantung celana.

"Gue pergi dulu ya." Kataku
"Mau kemana Lis?" Tanya Emma
"Nyari Daniel." Jawabku singkat
"Kita ikut ya." Kata Emma

Aku hanya mengangguk. Kami pun beranjak dari tempat duduk kami. Aku berjalan menuju tangga diikuti dengan Emma dan Jack. Benar dugaanku, Daniel ada disitu. Dia sibuk memainkan ponselnya. Kami menghampirinya.

"Woi bro." Sapa Jack kepada Daniel

Jack memalsukan senyumannya. Daniel langsung memasukkan ponselnya kedalam kantung celana. Dia berdiri tersenyum kepada kami. Dia menghampiri kami.

"Oh iya, pacar lo kemana?" Tanya Emma
"Pacar? Pacar gue kan Alison, lagi berdiri di samping lo." Jawab Daniel enteng

Dia masih menganggapku pacarnya?! Daniel menghampiriku lalu merangkulku. Aku menepis tangannya. Masih berani-beraninya dia merangkulku.

"What's wrong babe?" Tanya Daniel

Aku mengambil ponselku yang ada di kantung celana. Aku menunjukkan fotonya bersama Andin di cafe. Daniel terlihat terkejut dan kebingungan.

"Kurang ajar lo Niel! Berani-beraninya lo bikin nangis sahabat gue!" Bentak Emma

Emma menampar Daniel dengan keras. Aku menarik Emma menjauh dari Daniel. Ah shit. Air mata ini jatuh lagi. Kerumunan orang mulai terlihat mengerumuni kami. Haduh. Seharusnya tak usah ada kerumunan seperti ini.

Daniel terpaku, dia hanya diam membisu. Mungkin dia malu karena dia ketahuan selingkuh. Emma merangkulku dan menenangkanku. Aku menghapus air mataku. Aku jadi kelihatan perempuan lemah di hadapan Daniel.

"Lo udah gak cinta sama gue?" Tanyaku terhadapnya dengan pelan

Dia masih diam. Padahal aku perlu kejelasan darinya.

"Alasan lo apa sih Niel sampe berani berbuat kayak gitu?! Lo tega banget sama Alison." Kata Jack
"Gue bosan pacaran sama dia! Tiap hari gue stress karena banyak banget cowok yang deketin dia! Apalagi kecintaan dia sama senja. Gue merasa di nomor duakan tau gak sih! Dia lebih milih melihat senja daripada harus perduliin gue. Dia itu egois! Dia cuma pentingin fenomena favoritenya itu!" Bentak Daniel

Nyes traktakdungces. Sek nyesek. Air mataku mengalir semakin deras. Karena hal itu dia bosan dan tak cinta lagi denganku? Apakah aku memang egois? Mungkin Daniel benar.

Tiba-tiba Jack memukul wajah Daniel. Daniel jatuh tersungkur. Jack memukul Daniel terus-terusan. Aku dan Emma memisahkan pertengkaran antara Jack dengan Daniel. Kami menjauhkan Jack dari Daniel.

"Lo udah buat sahabat gue nangis! Lo liat gak?! Daritadi dia nangisin lo! Bangsat!" Bentak Jack
"Sahabat lo tuh yang cengeng!" Jawab Daniel

Dadaku semakin sesak. Apa aku benar-benar cengeng? Aku semakin malu rasanya. Aku dipermalukan Daniel di depan umum. Daniel sudah berubah 180 derajat. Jack melepaskan genggaman aku dan Emma, dia memukul Daniel lagi. Segera aku memisahkan mereka berdua.

"Udahlah Jack, kita pergi aja dari sini." Kataku menenangkannya

Kami pun pergi menjauh dari Daniel. Aku menoleh ke arah Daniel, di ujung bibirmya terdapat darah yang mengalir. Aku khawatir dengannya. Aku tertunduk lesu, aku dan Emma membawa Jack ke taman. Kami duduk di tempat biasa yang kami duduki.

"Kamu harus bisa ngontrol emosi, Jack." Kata Emma dengan halus
"Aku gak bisa diem aja kalau sahabat aku nangis gara-gara cowok brengsek kayak Daniel tadi. Aku aja baru tahu kalau Daniel seburuk itu. Dia itu serigala berbulu domba." Jawab Jack kesal
"Gue gapapa kok Jack. Makasih ya tadi udah ngebelain gue." Sambungku

Jack mengangguk sambil tersenyum kepadaku. Aku membalasnya dengan senyuman kecil. Terimakasih Tuhan, aku telah diberikan sahabat seperti mereka yang selalu mengerti keadaanku. Mereka adalah sahabat terbaik bagiku.

"Oh iya, lusa kan Alison ulang tahun. Makan-makan bisa kali hahaha." Ledek Emma
"Nah bener tuh. Harus traktir gak mau tahu!" Sambung Jack
"Di traktirnya pengen banget atau pengen aja atau pengen bingit? Hahaha." Ledekku kembali
"Pengen aja, banget dan bingit. Hahaha." Jawab Emma terkekeh

Kami semua tertawa terbahak-bahak. Mereka bisa membuatku tertawa kembali. Love you so much guys. Cuma ada satu yang kurang. Tanpa kehadiran Daniel, hatiku terasa hampa. Dia selingkuh karena aku egois. Katanya, aku lebih memilih melihat senja dan tidak memperdulikan Daniel, padahal dulu kami sering melihat senja bersama-sama. Mungkin Daniel berpura-pura menyukai senja karenaku.

Pertanyaan di kepalaku sekarang semakin bertambah. Kenapa Daniel tiba-tiba bertindak begitu ya? Padahal seminggu yang lalu dia masih sayang dan perduli terhadapku. Sebenarnya ini aneh. Apakah Daniel hanya mengerjaiku karena lusa aku berulang tahun? Tetapi, kalau memang benar Daniel selingkuh dengan Andin bagaimana? Haduh. Lebih baik aku tak usah berpikir banyak tentang Daniel dulu.

Aku beranjak dari tempat dudukku. Untung saja Emma dan Jack tak menghampiriku, mungkin dia mengerti kalau aku butuh waktu untuk sendiri. Aku memutuskan untuk pergi dari kampus. Baru kali ini aku bolos kuliah. Untung saja cuma ada satu kelas hari ini, jadi aku tidak keteteran untuk menyusul pelajarannya. Aku menaiki mobilku, aku mengendarai mobilku tak tahu tujuannya. Oh iya, lebih baik aku ke Trans Studio Bandung. Aku bisa refreshing disana.

Tanpa pikir panjang aku mengendarai mobilku menuju Trans Studio Bandung. Aku sampai disana dan memarkirkan mobilku dan tak lupa membawa tasku. Aku menuju loket untuk membeli tiket masuk lalu aku pun masuk ke dalam Trans Studio Bandung. Walaupun sekarang hari Rabu, disini masih saja dipadati orang-orang. Aku kira, weekday seperti ini agak sepi. Aku bingung memilih wahana mana yang akan aku naiki terlebih dahulu. Walaupun aku hanya sendiri, tapi aku mau hari ini menyenangkan.

Aku memilih menaiki wahana vertigo. Kemudian aku menuju wahana itu. Bruk. Aku menabrak seseorang. Diawal saja sudah begini, hhhhhh.

"Sorry ya, gue gak sengaja." Kataku meminta maaf

Kenapa harus ada dia?! Aku sebal dengan kehadiran dia. Dia selalu mengangguku.


Part 5

"Hei Lis." Sapa John

Dia lagi. Menyebalkan kan?!

"Hei." Jawabku memalsukan senyuman

Lebih baik aku segera menyingkir dari hadapannya sebelum dia mengangguku lagi. Aku pergi dari hadapannya menuju wahana yang ingin aku naiki. Aku menoleh ke arah belakang. Sial. Ternyata dia mengikutiku. Aku berhenti. Aku berbalik badan dan melihatnya dengan tatapan sinis.

"Ada apa?" Tanyaku kesal
"Kelihatannya lo lagi sendiri." Jawab John
"Menurut lo?! Emang kelihatannya gue lagi berdua? Lo bisa lihat kan kalau gue lagi sendiri." Jawabku jutek

Aku melihat John yang sedikit gugup dan ketakutan. Apakah aku terlalu galak sampai-sampai wajahnya seperti itu?

"Kita jalan bareng yuk." Kata John ragu
"Gak! Gue bisa sendiri. Lo kan juga bisa sendiri." Tolakku

Tentu saja aku menolaknya. Aku bisa refreshing sendiri tanpa harus ditemani olehnya. Dia itu pengganggu hubunganku dengan Daniel. Oh iya, sekarang kan kami sudah putus. Sudahlah Lis, lupakan orang itu. Dia hanya bisa membuatmu sedih.

"Lo lagi sedih kan? Gue bisa ngehibur lo kok." Sambung John
"Lo gak tau apa-apa." Jawabku jutek
"Gue mau orang yang gue cintai selama ini bahagia." Kata John lagi

Walaupun hanya beberapa kata dari mulut John, entah aku merasa tersanjung olehnya. Segitu besarnyakah cintanya untuknya? Apa aku harus menerima ajakannya?

"Gue janji, gue gak akan mengusik kehidupan lo lagi kalau lo mau nerima ajakan gue." Kata John dengan wajah memelas

Aku berpikir sejenak. Yasudahlah, setelah ini kan dia tak akan mengusik kehidupanku lagi.

"Please." Kata John
"Yaudah. Tapi lo janji ya?" Jawabku
"Iya gue janji, Lis." Jawab John lantang

Aku mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Wuuuhuuuu! Horeeee! Finally men! Finally!" Teriak John kegirangan

Aku melihat tingkahnya seperti orang yang baru mendapatkan hadiah uang 1 milyar. Dia begitu gembira. Perhatian semua orang jadi tertuju kepada kami. Aku jadi malu berada di dekatnya. Dia seperti orang gila berteriak tak karuan.

"John, udah kali gak usah kayak gitu." Kataku

John tersenyum malu. Ya ampun. Aku baru lihat John segembira ini. Dia itu lucu juga ya.

"Tadi lo mau main ke wahana apa?" Tanya John
"Vertigo. Kesana yuk." Jawabku
"Ayok." Ajak John

John menggenggam tanganku sambil berlarian menuju wahana vertigo. Dia terus-terusan tersenyum. Sebenarnya aku tak mau tanganku di pegang olehnya, tapi aku tak mau kebahagiaannya rusak nantinya karena aku bicara yang sebenarnya. Aku mengikuti langkahnya.

Kami sampai di wahana vertigo. Antriannya tak cukup panjang jadi kami bisa cepat-cepat menaiki wahananya. Kami dapat giliran menaiki wahananya. Jantungku berdebar-debar, sebenarnya aku takut naik wahana ini, tapi aku ingin mencobanya. Aku dan John duduk bersisian. Aku memakai pengamanku. Sepertinya wajahku sudah pucat karena ketakutan. Aku melihat John yang sedang memakai pengamannya. John melirik ke arahku, aku langsung melihat ke arah depan.

"Muka lo pucat Lis. Lo sakit?" Kata John khawatir
"Gue gapapa kok." Sangkalku
"Jangan-jangan lo takut lagi. Hahaha. Ternyata perempuan secantik lo takut naik wahana ini haha." Ledek John
"Gue gak takut kok. Kita lihat aja nanti, muka gue gak bakal pucat."
"Oke, kita liat nanti ya."

Wahana ini mulai naik keatas dengan perlahan. Jantungku semakin berdebar cepat. Haduh. Aku takut sekali. Wahana ini mulai berputar-putar. Aku berteriak ketakutan dan begitu juga orang-orang yang menaiki wahana ini. Aku menutup mataku, aku tak mau melihat. Tanganku dingin karena ketakutan. Akhirnya wahana ini berhenti. Aku turun bersama John. Wajahku masih menunjukan ketakutan. John menggenggam tanganku.

"Tangan lo dingin banget Lis." Kata John
"Biasa aja ah." Jawabku berusaha menutupi ketakutanku

John menuntunku pergi ke sebuah cafe disana. Kami duduk bersisian disalah satu kursi. Tanganku semakin dingin saja karena disini ada AC. John menggamit tanganku lalu menggosok-gosokan tanganku. Aku melihatnya. Dia juga meniup tanganku. Ya Tuhan. Dia perhatian sekali padaku. Tak kusangka orang yang ku anggap mengganggu kehidupanku ini begitu perhatian padaku. Kalau dilihat-lihat John itu tampan ya.

"Udah hangat kan?" Tanya John membuyarkan lamunanku
"Uh...eh... udah kok." Jawabku
"Kok jadi gugup gitu Lis? Lo ngelamun?" Tanya John aneh
"Gue gapapa kok. Gue gak nyangka aja lo bisa sebaik ini sama gue. Padahal kan gue udah jutek dan galak sama lo."
"Bagaimanapun juga, gue cinta sama lo Lis. Perasaan gue gak berubah walaupun lo galak dan jutek sama gue ataupun lo udah punya Daniel. Gue tetap memperjuangkan cinta gue." Jawab John tersenyum

Aku terharu dengannya. Lama-lama aku nyaman berada di dekatnya. Hei Lis. Kenapa daritadi kamu mikirin John?

"Oh iya, gue mau mengakui sesuatu Lis." Kata John
"Tapi kita mesen makanan dulu ya." Jawabku
"Oh iya sampe lupa hehe." Kata John tersipu malu

Dia melepaskan tanganku dari genggamannya. Kami memilih makanan yang akan kami pesan. Aku sudah memilih makananku dan begitu pula dengan John.

"Mas, pesen dong." Kata John

Waiter itu menghampiri kami. Wajahnya menunjukan bahwa dia tak tampak aneh lagi bertemu John.

"John!" Kata waiter itu
"Loh? Lo Ari kan?" Tanya John terkesima
"Iya, masa lo lupa sih."
"Gimana kabar lo? Wah lama banget kita gak ketemu. Lo kerja disini?"
"Gue baik. Iya abis lulus SMA, gue kerja disini. Lumayan uangnya buat bantuin orang tua." Jawabnya

Aku hanya bisa memperhatikan mereka. Aku tak mau ikut campur dalam obrolan mereka, nantinya aku dikiran tak sopan.

"Oh iya Ri, ini Alison." Kata John sambil menunjukku

Aku tersenyum kepada mereka. Aku dan Ari berjabat tangan. Kami saling melempar senyuman.

"Gue dulu sahabat John pas SMA. Dia baik banget Lis, tapi kadang-kadang nyebelin juga sih." Kata Ari

Aku hanya bisa mengangguk sambil tersenyum. Aku tak tahu apa yang harus aku bicarakan. John melirik sinis Ari.

"Wah pinter juga lo nyari pacar. Alison cantiknya bukan main. Lo cocok kok sama Alison." Kata Ari sambil menyenggol lengan John

What?! Aku dan John itu cuma sebatas teman. Ari itu sama menyebalkannya dengan John ya. Dia seenaknya mengejudge orang. Apalagi dia bilang kalau aku dan John berpacaran dan cocok.

"Dia bukan pacar gue. Kita cuma temen." Bantah John
"Ngebantah segala lagi lo."
"Udah ah, gue mau pesen nih."
"Oh iya lupa gue haha. Pesen apa?"
"Gue pesen ini, Alison yang ini." Kata John sambil menunjuk menunya

Ari menulis pesanan kami. Dia tampak serius.

"Ok, wait ya." Jawab Ari lalu meninggalkan kami

Hening. Krik krik. Kami tak bicara sepatah katapun. Oh iya, tadi kan John ingin mengatakan sesuatu.

"Oh iya, tadi lo mau ngomong apa?" Tanyaku penasaran
"Sebenernya, gue itu tahu kalau lo sakit hati karena Daniel. Kelihatan banget dari penampilan lo kalau hati lo lagi kacau. Gue juga tahu Daniel selingkuh sama perempuan lain. Gue tadi sempet liat Jack mukulin Daniel karena dia ngebelain lo. Sebenernya gue tadi mau mukul Daniel, tapi gue sadar gue bukan siapa-siapa lo dan gue gak perlu ikut campur." kata John

Kenapa John tak mau memukul Daniel? Biasanya kan dia nekat. John menggenggam tanganku. Dia mulai menatapku dengan dalam. Kenapa tiba-tiba jantungku berdebar-debar begini?!

"Udah lama gue menginginkan ini. Gue pengen kita jalan berdua, gue pengen ngehabisin sisa hidup gue berdua sama lo. Orang yang gue cintai." Sambung John

Hatiku tak karuan. Aku tak tahu harus bilang apa terhadapnya.

"Setiap hari gue sakit hati kalau liat lo jalan berdua bareng Daniel tapi gue tahan itu. Sekarang Daniel malah mengkhianati lo, itu tambah bikin gue sakit hati karena harus ngeliat lo nangis gara-gara Daniel. Sekarang penampilan lo berubah jadi berantakan gara-gara Daniel. Gue suka, sayang dan cinta sama lo Lis. Perasaan gue ini gak terganti walaupun lo perlakuin gue sesuka hati lo. Emang sih gue selalu mengusik kehidupan lo, tapi hanya itu cara buat gue dekat sama lo. Maaf gue bilang ini, karena gak ada waktu lain. Ini kan pertemuan terakhir kita." Tambah John
"Tapi kan lo bisa ketemu gue lagi di kampus walaupun ini hari terakhir kita jalan dan ketemu."
"Tapi gak ada waktu lain. Ini benar-benar hari terakhir kita Lis."

Tak ada waktu lain? Apa maksudnya? Sepertinya aku harus menanyakan ini kepada Ari. Aku terharu mendengar perkataannya. Dia ternyata mempunyai sisi dewasa dan bijak. Memang ya, kita itu tak boleh melihat orang lain dengan sebelah mata.

"Maaf ya John selama ini gue kasar sama lo. Maaf ya gue gak bisa merespon perasaan lo, kita bisa jadi temen kok." Jawabku tersenyum kepadanya

John membalas senyumanku. Ari datang membawa pesanan kami. John melepaskan genggaman tangannya. Ari menaruh pesanan kami lalu dia tersenyum. Kemudian dia pergi. Aku memperhatikan dia pergi kemana, aku mau susul dia. Aku mau cari tahu tentang perkataan John tadi. Ternyata dia pergi ke dapur, aku akan menyusulnya nanti.

Aku melahap semua makananku tanpa berbiacara satu katapun. Aku terus memikirkan perkataan John tadi. Setelah selesai makan, aku berniat untuk menyusul Ari.

"John, gue ke toilet dulu ya." Kataku

John mengangguk. Aku beranjak dari tempat dudukku, aku menuju dapur. Siapa tahu saja dia masih ada disana. Ternyata dia tidak ada, aku mencari dimana keberadaan Ari. Ternyata dia keluar dari toilet pria. Aku langsung menariknya dan membawanya ke tempat yang tak terlihat oleh John.

"Ada apaan sih Lis?" Tanya Ari terkejut
"Emangnya hidup John udah gak lama lagi?" Tanyaku
"Gue gak tahu tuh. Gue kan udah gak ketemu dia lama banget." Jawab Ari

Tampak kekecewaan di wajahku. Aku lupa kalau dia sudah lama tak bertemu dengan John.

"Oh iya!" Teriak Ari

Aku langsung menutup mulutnya dengan tanganku. Aku melihat ke arah John, dia masih melahap makanannya.

"Jangan berisik dong Ri." Omelku
"Hehe iya sorry." Jawabnya sambil memperlihatkan giginya
"Tadi lo mau ngomong apa?" Tanyaku
"Dulu dia pernah divonis kena penyakit kanker hati." Jawab Ari

Seketika mataku membulat. Ya Tuhan, ternyata John punya penyakit kanker hati. Entah kenapa rasanya hatiku sakit mendengarnya. Air mataku ingin keluar tapi aku tahan. Hari ini aku sudah membuang banyak air mata. Jangan ada air mata lagi.

"Terus apalagi yang lo tahu?" Tanyaku
"Gue cuma tahu itu. Itupun gue tahu karena gue nguping pembicaraan antara dia dengan nyokapnya. John menutupi banget penyakitnya. Tapi lo jangan bilang ini info dari gue." Jawab Ari
"Yaudah, thanks ya infonya."

Aku tersenyum kepadanya. Aku langsung kembali ke tempat dudukku. John terlihat sudah menghabiskan makanannya. Aku harus menemaninya dalam waktu-waktu terakhirnya. Walaupun aku tak dapat membalas cintanya, aku bisa menemaninya dalam waktu-waktu terakhir.

"Kita ke wahana dunia lain yuk." Ajak John
"Gamau ah, takut." Tolakku

Aku tak mau nantinya aku malah terbayang-bayang dengan "makhluk" seperti itu. Nanti aku takut ke kamar mandi sendirian.

"Please, Lis." Mohon John

Ingat tujuanmu Lis. Kau harus bahagiakan John di waktu-waktu terakhirnya.

"Yaudah deh." Jawabku pasrah
"Yeayyyyy!" Teriak John kegirangan

Pengunjung cafe melihat ke arah kita. Haduh, gara-gara John sih. Aku langsung menariknya keluar. John menarikku ke wahana dunia lain. Aku tak bisa mengontrol detak jantungku. Aku sangat takut untuk masuk kesitu. Kami mendapat giliran untuk masuk, kami pun masuk lalu menaiki kereta disitu.

Kereta mulai berjalan. Aku melihat hantu di kanan dan kiriku. Aku jadi panas dingin dan gemetaran. Aku memegang tangan John dengan erat, John melihatku.

"Kalau takut peluk gue aja Lis." Kata John
"Ah lo mencari kesempatan dalam kesempitan!" Jawabku jutek
"Yaudah terserah lo."

Kapan ini akan berakhir? Aku ingin segera keluar dari tempat menyeramkan ini. Aku melihat ke kanan, aku kaget sekali tiba-tiba muncul. Aku spontan mengalungi tanganku di leher John dan kepala kutenggelamkan di bahunya. Ya ampun aku takut sekali.

Akhirnya keretanya berhenti. Sampai keretanya berhenti, aku masih dalam posisi seperti ini.

"Udah gak ada kok Lis." Kata John menenangkan

Aku langsung melepaskan tanganku di lehernya. Apakah aku tadi baru saja memeluknya?! Dengan wajah malu, aku turun dari kereta itu disusul dengan John. Kami keluar dari wahana itu.

"Katanya gak mau peluk, tapi tadi meluk haha." Ledek John
"Shut up." Jawabku malas
"Oh iya, lusa lo ulang tahun. Cie nambah tua haha."
"Ya begitulah. Besok lusa dateng ya ke rumah gue."
"Mau ada party nih? Wah asik tuh."
"Gak ada, gue cuma mau traktir lo aja."
"Pasti Emma dan Jack ikut."
"Pasti. Mereka kan sahabat gue."
"Yaudah besok lusa gue dateng ya."

Aku mengangguk tersenyum. Aku melihat ada kedai ice cream. Aku menuju kedai ice cream itu. Wah kelihatannya enak sekali.

"Mas, ice cream coklat satu ya." Kataku

Penjualnya itu langsung membuatkan ice cream coklat untukku. Dia memberikan pesanan ice cream kepadaku. Aku memberikan uang kepadanya. Aku menikmati ice cream yang kubeli. John datang dengan tiba-tiba. Dia tiba-tiba melahap ice creamku dan ice creamku langsung habis seketika. Hanya tersisa cone yang ada digenggaman tanganku.

"JOHN!!!!" Teriakku

Ice creamku langsung habis karenanya! Padahal aku baru saja membelinya! Miris. John malah tertawa terbahak-bahak.

"Gantiin ice cream gue!" Kataku jutek
"Gak mau ah." Jawab John sambil menjulurkan lidah
"Oh come on." Kataku memelas
"Cium dulu dong." Kata John sambil menunjuk pipinya

Aku langsung memukulnya. Dasar modus! Lebih baik dia tak usah mengganti ice creamku. Aku menjauh darinya. Aku mencari tempat duduk. Aku mendapatkan tempat duduk lalu aku duduk. John menghampiriku lalu dia duduk disampingku.

"Jangan ngambek dong. Tadi cuma bercanda Lis." Kata John
"Yaudah." Jawabku
"I love you." Kata John

John tersenyum padaku. Ya ampun kenapa jadi dag dig dug begini? Lis, jangan pindah ke lain hati. Aku jadi bingung sama perasaanku sendiri. Masa sih aku langsung jatuh cinta sama John? Rona merah di pipiku mulai muncul. Ah kenapa harus muncul?!

"Lo makin cantik deh kalau pipi lo merah begitu haha." Ledek John
"Johnnnn." Kataku malas

John memelukku dari belakang. Dia menempatkan kepalanya di pundakku. Oh my god. Kenapa aku harus dag dig dug?! Kenapa aku merasa nyaman berada dipelukannya?! Kenapa aku tak mau melepaskan pelukannya?!

"John." Kataku
"Mmmmm..." jawabnya

Aku menoleh ke arah John. John terlihat menutup matanya. John terlihat tampan sekali. Kenapa aku baru menyadarinya kalau cinta John tulus kepadaku?! Kenapa disaat aku tahu penyakitnya?! Aku telah menyia-nyiakan orang yang tulus mencintaiku.

"I love you too." Jawabku tak sadar

John membuka matanya. Dia tampak terkejut. Terkembang senyum di bibirnya. John melepaskan pelukannya.

"Bisa diulang?" Kata John
"Diulang apanya?" Tanyaku heran
"Kata-katanya tadi. Kata-kata yang berharga banget buat gue. Tadi lo bilang "I love you too."
"Ya ampun, gue gak sadar tadi ngomong itu."
"Jadi sekarang kita resmi pacaran kan?" Tanya John sumringah

Tampak tersirat kebahagiaan yang teramat dalam di wajahnya. Aku jadi tak tega harus menolaknya. Lagipula kenapa aku bisa ngomong begitu tanpa kusadari?!

"Hmmm gimana ya....." Kataku bingung
"Lis, lo tahu kan gue udah nunggu lama hal ini." Kata John
"Nanti apa kata orang John? Gue barusan aja putus sama Daniel, masa sekarang gue udah jadian sama lo? Gue cuma takut kalau nantinya gue jatuh cinta sama lo dan lo ninggalin gue untuk selamanya. Penyakit lo itu John yang bikin gue nangis nantinya."
"Kok lo bisa tahu penyakit gue?"

Keceplosan kan. Duh John marah gak ya?

"Pasti dikasih tahu Ari kan?" Tanya John jutek

Aku memeluknya. Jatuh lagi air mataku. Kenapa aku tak bisa menghemat air mataku sehari saja?!

"Gue tahu penyakit itu mematikan. Kalau lo ninggalin gue nantinya gimana? Gue gak kuat John. Lo gak mau kan gue nangis dan sedih terus-terusan gara-gara lo ninggalin gue?" Kataku sambil menangis

John mengusap-usap punggungku. Dia mengeratkan pelukan.

"Iya gapapa Lis. Ini salah gue karena terlalu memaksa lo buat jadi pacar gue. Gue ngerti sama keadaan gue sekarang." Jawab John

Aku melepaskan pelukan. John tampak murung. Aku memeluknya dari samping agar dia tak sedih. Aku membaringkan kepalaku di pundaknya.

"Sebenernya gue udah di vonis sehat karena gue udah melakukan operasi. Gue dulu dapet donor hati. Tapi dokter itu ketahuan malpraktek. Jadi sekarang gue kena penyakit itu lagi. Makanya gue mau menghabiskan waktu berdua sama lo." Kata John sambil membelai rambutku

Miris mendengar ceritanya. Karena malpraktek seorang dokter, hidupnya jadi begini. Aku melihat kearah samping ada Daniel datang kearah kami dengan wajah yang penuh amarah. Daniel menghampiri kami. Daniel menarik John bangun dengan kasar.

"Bangsat lo John!" Bentak Daniel

Daniel melayangkan pukulannya ke pipi John. Aku langsung menghampiri John. Aku membawanya untuk duduk kembali. Aku merangkulnya.

"Mesra-mesraan sekarang ya lo sama Alison!" Bentak Daniel
"Apa urusannya sama lo?!" Tanyaku dengan membentak
"Aku gak suka lah kamu mesra-mesraan sama cowok lain."

Loh?! Apa yang Daniel bicarakan sih? Aku semakin tak mengerti. Tadi pagi dia begitu, sekarang dia begini. Daniel menarik John kembali ketika aku sedang melamun. Daniel melayangkan pukulannya tepat ke arah perut John. Ya ampun!

Aku segera mengangkat John untuk duduk. Dia kan punya kanker hati. Ngaruh gak ya kalau dipukul di bagian perutnya? John merasa kesakitan.

"Security! Security!" Teriakku

Security pun datang. Dia datang berdua dengan temannya.

"Ada apa teh?" Tanya salah satunya dengan logat sunda yang kental
"Dia mukul pacar saya pak. Amanin dia." Jawabku sambil menunjuk Daniel

Salah satu security langsung menangkap Daniel. Mereka membawa Daniel pergi.

"Aku cinta sama kamu Lis!" Teriak Daniel

Sudahlah. Abaikan saja si Daniel. Sebaiknya aku menjalani hubungan ini pelan-pelan dengan John.

"Lo beneran mau jadi pacar gue?" Tanya John lirih
"Kita jalanin dulu aja ya." Jawabku tersenyum

John tersenyum senang. Dia tersenyum sambil menahan rasa sakitnya. Air mataku jatuh lagi. Tiba-tiba John menutup mata.


Part 6

Sendirian terpaku di ruang tunggu. Kekhawatiran yang tak kunjung pudar menghantuiku. John sedang berbaring lemah di ruang ICU. Daniel sedang mengurus administrasinya. Aku juga sudah menelpon orangtua John agar mereka datang.

Daniel menghampiriku lalu duduk disampingku. Wajahnya tampak lelah. Aku kesal dengannya, karenanya John masuk ruang ICU. Dia sedang koma di dalam. Aku hanya bisa berdoa dan berharap kalau John bisa melawan rasa sakitnya. Aku ingin ia berada disini.

"Lis, maafin aku ya." Kata Daniel dengan parau

Aku hanya mengabaikannya. Aku kesal. Karenanya, John masuk ruang ICU seperti sekarang ini. Orangtua John datang. Mereka tampak sangat khawatir. Aku dan Daniel berdiri menyambutnya.

"Kamu Alison kan? Keadaan John gimana?" Tanya ibunya John
"Iya tante. Dia masih koma sampai sekarang." Jawabku

Ibunya meneteskan air mata. Bapaknya hanya menenangkan ibunya John. Aku dan Daniel duduk. Ibunya duduk disampingku.

"Tante yang tabah ya." Kataku

Ibunya tersenyum. Tercipta keheningan diantara kami. Aku juga tak tahu harus ngomong apa. Daniel menggenggam tanganku. Aku menoleh ke arahnya, wajahnya tampak lelah. Tak lama kemudian, dia tertidur. Daniel kenapa kau mencampakkanku? Tapi kenapa kau sekarang malah bersikap baik terhadapku? Apakah dia masih cinta kepadaku?

Lama-kelamaan Daniel tidur di bahuku. Aku biarkan dia tertidur. Orang tua John juga sudah tertidur. Tiba-tiba dokter datang ke ruangan John.

"Dokter." Sapaku dengan pelan
"Ada apa?" Tanyanya sambil membenarkan kacamatanya
"Bagaimana keadaan John?"
"Kamu dari keluarganya John?"
"Iya dok."
"Kanker yang diderita John sudah mencapai stadium 4 yang berarti usianya tinggal sebentar lagi. Yang tabah ya. Kami dari pihak rumah sakit akan memberikan yang terbaik untuk kesembuhan John. Saya mau check John dulu ya." Penjelasan dari dokter
"Iya dok, terimakasih."

Dokter itu tersenyum. Ya ampun, sampai separah itu. Kanker yang diderita John membuat John harus bertahan hidup. Tak kuasa ku menahan air mata ini.


***


Hari ini adalah hari ulang tahunku. Tetapi bagiku, hari ini tak istimewa. Tak ada Daniel disampingku saat ini. Mungkin dia sekarang sedang bersenang-senang dengan pacar barunya. Saat ini Emma dan Jack belum datang padahal sekarang sudah jam 11 siang.

Saat ini aku masih di tempat tidurku sedang melihat koleksi foto di ponselku. Ada satu folder khusus untuk menyimpan fotoku dan Daniel. Di foto itu, kami tampak sangat bahagia. Tak ada kebahagiaan palsu yang tersirat diantara kami. Aku mau kembali ke masa-masa indah itu. Air mataku jatuh begitu saja ke layar ponselku. Aku langsung menghapus air mataku yang ada di pipiku dan di layar ponselku.

"Happy birthday to you. Happy birthday to you. Happy birthday, happy birthday. Happy birthday to......you!" Nyanyi Emma dan Jack

Aku langsung tersenyum sambil terkekeh. Jack membawakanku sebuah kue ulang tahun yang terdapat lilin menyala berbentuk angka 20. Yap, sekarang aku sudah berumur 20 tahun. Tak terasa aku sekarang sudah dewasa. Emma dan Jack duduk di sampingku.

"Jangan sedih terus ya Lis. Disini kan masih ada kita." Kata Emma tersenyum
"Kalo cowok kayak dia percuma lo tangisin. Mendingan lo cari cowok lain aja." Sambung Jack
"Menurut lo cari cowok gampang apa?! Susah tau!" Kataku kesal

Memang menurut dia cari pacar itu gampang apa?! Aku kan harus mencocokan diri terlebih dulu. Lagipula aku masih cinta dengan Daniel. Aku tak bisa melupakan Daniel dalam sekejap.

"Gak usah dengerin Jack, Lis. Lo tau kan dia rada-rada." Kata Emma sambil menggerakkan telunjuk tangan kanannya di dahi

Aku langsung terkekeh. Jack juga malah ikut-ikutan terkekeh sepertiku. Jack itu memang manusia ajaib.

"Oh iya, tiup lilinnya nih Lis. Jangan lupa sebelumnya lo harus make a wish dulu." Kata Jack

Aku menghela nafas. Aku melihat ke arah Emma dan Jack. Aku menundukkan kepalaku.

"Tuhan, tolong berkahi umurku ini. Semoga aku, teman-temanku dan keluargaku diberikan perlindungan. Semoga Daniel tetap mencintaiku. Semoga John bisa sembuh dari penyakitnya. Ya setidaknya, dia bisa bangun dari komanya." Wishku di dalam hati

Aku meniup lilinnya. Emma dan Jack bertepuk tangan. Aku merasa bahagia mempunyai sahabat seperti mereka. Mereka menaruh kue di meja.

"Gue denger-denger, kemarin lusa lo jalan bareng John." Kata Emma memulai pembicaraan
"Awalnya sih gue jalan sendiri, terus gue ketemu dia yaudah kita jalan bareng. Gue mau jalan sama dia, karena dia gak akan mengusik gue lagi." Jawabku
"Tapi akhirnya lo ketagihan jalan bareng dia kan?" Tanya Emma

Sepertinya Emma sedang menginterogasiku. Dia kan hanya tahu aku sebal dengan John, dia sekarang tak tahu aku berpacaran dengan John.

"Gue udah jadian sama John." Kataku
"Hah?!" Respon Emma sangat terkejut
"Lis, lo udah jadian sama John tapi kenapa tadi masih ngeliatin foto lo sama Daniel?" Tanya Jack

Jawabannya, karena aku masih mencintai Daniel. Entahlah aku bisa berpacaran dengan John, jalan begitu saja. Aku mau berpacaran dengannya, karena simpatiku? Atau aku memang sudah jatuh cinta dengan John?

"Kita jenguk John ya." Kataku mengalihkan pembicaraan
"Ok. Lo nanti bawa mobil sendiri ga?" Tanya Jack
"Iya. Gue gak mau ngegaanggu kalian lah."
"Ya ampun. Santai aja sama kita, kita gak merasa terganggu kok." Kata Emma
"Gue mau bawa mobil sendiri kok. Gue ganti baju dulu ya."


***

John masih belum tersadar juga dari komanya. Kesedihan menyelimuti diriku. Ya Tuhan, tolong bangunkan dia dari komanya. Aku selalu berdoa untuk John. Aku tak mau, karena Daniel kemarin penyakit John jadi tambah parah.

"John, bangun ya. Aku ada disini kok. Kamu harus kuat. Kamu inget kan kita udah jadian?" Kataku dengan nada pelan

Aku menggenggam tangannya. Dia masih belum sadar juga. Aku bingung dengan perasaanku sendiri, apa benar aku sudah jatuh cinta dengan John? Tadi saja aku masih menangis ketika melihat kenangan dengan Daniel.

Tiba-tiba Daniel masuk ke ruangan John. Tepat dimana aku berada. Dia menghampiriku.

"Lis, kamu udah jadian sama John? Kapan?" Tanya Daniel
"Udah, kemarin lusa. Lo tadi nguping?" Jawabku

Daniel membangunkanku dari tempat duduk. Dia memelukku dengan erat. Aku rindu pelukan hangat ini. Aku sangat nyaman berada di pelukannya.

"Aku selingkuh itu cuma pura-pura. Karena kamu mau ulang tahun, aku itu mau ngerjain kamu." Kata Daniel

Aku melepaskan pelukan Daniel. Aku tampar pipinya. Ya ampun, sesak sekali dadaku ini. Ternyata aku menangis karena di kerjai olehnya?! Aku membuang air mataku dengan percuma. Aku menarik Daniel keluar.

"Akibat ide lo ngerjain gue, John sekarang jadi begini. Ide lo itu gak lucu! Malah bikin orang kecewa! Lo tau gak sih John itu kenapa?" Bentakku

Air mataku jatuh lagi. Kenapa air mataku banyak sekali jatuh akhir-akhir ini. Aku mau menghemat pengeluaran air mataku.

"John itu sakit kanker hati! Dan sekarang lo tambahin lagi sama pukulan lo yang gak berguna itu! Brengsek lo!" Bentakku lagi

Aku sudah kehabisan kesabaran. Daniel ini kemana sih pikirannya?! Dia itu freak. Nyebelin.

"Emma sama Jack tahu kan soal ini?" Tanyaku
"Cuma Jack yang tahu." Jawabnya
"Jadi waktu di kampus lo berdua berantem itu cuma akting? Oh great."

Kebohongan apalagi yang dia punya? Aku sudah muak dengan kelakuan Daniel. Apakah dia masih pantas berada dihatiku? Lebih baik aku belajar mencintai John daripada harus mencintai Daniel.

Lebih baik aku pulang saja menenangkan diriku. Aku capek dengan semua ini. Aku berjalan menuju tempat parkir. Aku menoleh ke belakang ternyata Daniel mengikutiku. Aku berlari menuju tempat parkir. Saat sudah sampai di mobilku, Daniel menggamit tanganku. Aku menepisnya.

"Kamu mau kemana Lis?" Tanyanya panik
"Bukan urusan lo!" Jawabku jutek
"Kamu gak boleh nyetir dalam keadaan emosi kayak gini. Aku takut kamu kenapa-napa."
"Gue bisa jaga diri. Gue gak perlu kekhawatiran palsu lo."

Aku langsung memasuki mobilku. Aku keluar dari rumah sakit itu. Pikiranku terus saja mengingat kejadian tadi. Aku jadi tambah emosi. Aku menaikan kecepatan mobilku. Aku tancap gas. Aku kebut-kebutan di jalan raya yang lumayan sepi ini.

Aku salip mobil dan motor sana sini. Meskipun mereka semua menyalakan klaksonnya sambil marah-marah. Aku tak perduli. Aku senang di dalam keadaan ini. Wuhuuuuu!

Ada lampu merah di depan. Aku tak perduli. Aku langsung tancap gas. Tiba-tiba mobil lain datang dengan kecepatan yang luar biasa. Bruk. Mobilku terdorong sampai kira-kira 500 meter. Aku terbentur kaca mobil dengan sangat keras. Aku tak sadarkan diri


0 komentar:

Posting Komentar