Pendahuluan dan Ruang Lingkup Manajemen SDM
Teori-Teori
Manajemen dari Para Ahli
1. Periode
klasik
Teori Fredrik Winslow Taylor
Menjelang akhir abad 19, muncul usaha sistematis
untuk meningkatkan efisiensi dalam kinerja organisasi. Salah satu figur sentral
dalam usaha sistematis tersebut dilakukan oleh Taylor. Ide utama Taylor adalah
menempatkan efisiensi sebagai prinsip pokok bekerjanya organisasi. Efisiensi
berarti penggunaan sumber daya yang seminimal mungkin dengan hasil sebaik
mungkin. Dalam praktik efisiensi, rasionalitas dan sains berperan signifikan.
Prinsip efisiensi Taylor mengatakan bahwa efisiensi merupakan satu-satunya cara
menuju progres. Sebagai implikasinya, progress menciptakan harmoni sosial,
kenaikan upah pekerja sekaligus level produktivitas. Singkatnya, makin efisien,
makin produktif. Upah pekerja yang tinggi menciptakan produktivitas yang tinggi
pula.
Teori Henri Fayol
Fayol menekankan pada peran firma secara
keseluruhan. Peran manajemen dan organisasi sangat signifikan pada kesuksesan
perusahaan. Fayol sendiri bekerja sebagai teknisi di perusahaan tambang. Fayol
mewakili kelas manajer pada masanya. Teori manajemen yang diadopsi Fayol
meliputi pentingnya planning, pengorganisasian, kepemimpinan, dan kontrol dalam
perusahaan agar bisa sukses. Teori ini banyak diadopsi oleh industri Amerika
pada abad 19.
Teori Henry Ford
Teori Ford yang paling dikenal adalah sistem
perakitan atau assembly. Ford dianggap sebagai praktisi pertama yang berhasil
mengembangkan efisiensi industri melelui penerapan assembly. Ribuan pekerja
bahkan mereka yang tanpa skill sekalipun sangat mungkin berkontribusi pada
perusahaan sebagai pekerja dalam perusahaan yang menerapkan sistem perakitan.
Namun demikian, implikasi sosial dari sistem Fordism sangat besar, seperti
terciptanya kesadaran kelas pekerja dan konflik sosial.
Teori Mary Parker Follet
Follet memiliki background sebagai pemikir politik.
Teori manajemen yang dikembangkannya tidak lepas dari konteks kenegaraan dan
demokrasi. Follet memahami bahwa manajemen organisasi perlu selaras dengan
budaya organisasi dan sistem sosial. Asumsi utama teori Follet adalah kerjasama
dan partisipasi akan membantu proses bisnis menuju pada keberhasilan. Peran
dari manajemen organisasi menurutnya adalah berkontribusi bagi kehidupan secara
keseluruhan. Di sini, Follet telah meletakkan fondasi pembanguan berkelanjutan
dalam teori manajemen, sebelum istilah itu ditemukan.
2. Periode
perang dingin
Teori Carniege Mellon
Perkembangan teori manajemen di era perang dingin
memasuki saintifikasi manajemen. Manajemen sebagai sebuah sistem organisasi
yang efisien segera menjadi objek studi. Mellon mengembangkan unsur kognitif
dalam manajemen dan praktik manajerial. Ilmu administrasi menjadi inti dari
proses pengetahuan tentang manajemen.
Teori Michel Crozier
Crozier dipengaruhi oleh Weber tentang birokrasi
sebagai sarana efisiensi dalam organisasi. Manajemen menurut Crozier mirip
seperti lingkaran setan birokrasi yang berusaha mereduksi ketidakpastian
sehingga segala tindakan diatur oleh hubungan impersonal. Namun tindakan
impersonal tersebut tidak berhasil juga mereduksi ketidakpastian.
Fungsi-Fungsi
Manajemen
1. Perencanaan
(planning)
Pernecanaan adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan
sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan
secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer
mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian
melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi
tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi
manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2. Pengorganisasian
(organizing)
Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan
besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah
manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian
dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa
yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa
yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana keputusan
harus diambil.
3.
Pengarahan (directing)
Pengarahan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha agar dapat mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan
manajerial dan usaha.
4. Staffing atau penempatan
Fungsi manajemen ini sebenarnya tidak terlalu jauh
berbeda dengan cara pengorganisasi. Namun bila didalam pengorganisasian akan
lebih berfokus pada SDM, sementara staffing akan berfokus pada penempatan yang
akan tertuju pada sumber dayanya secara umum.
5. Kordinasi atau coordinating
Fungsi manajemen yang terakhir adalah mengkordinasi
para karyawan atau SDM dalam suatu organisasi agar bisa meningkatkan
efektifitas serta efisiensinya dalam bekerja. Ini juga bisa membantu karyawan
dan perusahaan agar dapat membuat sebuah lingkungan kerja sehat, dinamis,
nyaman dan yang lainnya. Biasanya fungsi manajemen ini akan dilakukan oleh
seorang manajer dalam perusahaan. Sehingga dengan kata lain, manager sendiri
akan memegang peranan penting sebab memiliki kunci dari fungsi koordinasi para
staff perusahaan agar bisa meningkatkan kinerjanya.
Pengertian
Sumber Daya Manusia
Pengertian
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah individu
produktif yang bekerja sebagai penggerak suatu organisasi, baik itu di
dalam institusi maupun perusahaan yang memiliki fungsi sebagai aset
sehingga harus dilatih dan dikembangkan kemampuannya. Pengertian
sumber daya manusia makro secara umum terdiri dari dua yaitu SDM makro yaitu
jumlah penduduk dalam usia produktif yang ada di sebuah wilayah, dan SDM mikro
dalam arti sempit yaitu individu yang bekerja pada sebuah institusi atau
perusahaan.
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu hal yang
sangat penting dan harus dimiliki dalam upaya mencapai tujuan organisasi atau
perusahaan. Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi
dibandingkan dengan elemen sumber daya yang lain seperti modal, teknologi,
karena manusia itu sendiri yang mengendalikan faktor yang lain.
Fungsi-Fungsi
Operasional SDM
Antara lain :
1. Pengadaan
(procrutment) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan,
orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.
2. Pengembangan
(development) adalan proses peningkatan ketrampilan teknis,
teoristik, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
3. Konpensasi
(conpesation) adalan pemberian balas jasa langsung (direct)
dan tidak langsung (inderct), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan
jasa yang diberikannya kepada perusahaan.
4. Pengintegrasian
(integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan
kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang
serasi dan saling menguntungkan.
5. Pemeliharaan
( maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau
meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan, agar mereka bekerja
sama sampai pension.
6. Kedisiplinan adalah
keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan dan
norma-norma social.
7. Pemberhentian
(separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari
suatu perusahan.
Variabel Variabel Lain yang Mempengaruhi Keberhasilan Organisasi
1.
Karakteristik individu
karakter individu terdiri atas jenis
kelamin, tingkat pendidikan, umur, masa kerja, status perkawinan,, jumlah
tanggungan, dan posisi, peneliti peneliti dalam bidang manajemen SDM dan
perilaku organisasi banyak melakukan penelitian tentang hubungan
karakteristik individu dengan sikap dan perilaku karyawan
(panggabean,2001;2002)
2.
Karekteristik organisasi
Karakteristik organisasi meliputi
kompleksitas , formalisasi ,dan sentralisasi kompleksitas mencerminkan jumlah
unit yang ada dalam organisasi formalisasi merujuk kepada banyaknya pelaksanaan
tugas yang bersandarkan kepada peraturan , sedangkan sentralisasi di
definisikan sebagai siapa yang dapat mengambil keputusan (pemimpin atau
pelaksana) sentralisasi ada jika keputusan di tangan pemimpin, sebaliknya akan
di katakana ada desentralisasi jika jawaban tentang apa, bagaimana, kapan, dan
dengan siapa pekerjaan akan dilaksanakan diputuskan oleh pelaksana semakin
banyak pertanyaan itu dapat di jawab sendiri oleh pelaksana maka semakin dapat
dikatakan ada desentralisasi, bagaiman pengaruh karakteristik organisasi
terhadap sikap dan perilaku karyawan banyak di lakukan oleh para peneliti di
bidang teori organisasi dan perilaku organisasi (Melcher 1976)
3.
Karakteristik pekerjaan
Karakteristik pekerjaan terdiri atas
keanekaragaman tugas, identitas tugas, keberartian tugas,otonomi dan umpan
balik berbagai penelitian dalam bidang manajemen SDM dan perilaku
organisasi banyak meneliti hubungan antara karakteristik tugas dan
perilaku berikut di bahas pengertian dari masing masing konsep
a.
Keanekaragaman
tugas
Merujuk kepada adanya kemungkinan bagi
karyawan untuk melaksanakan kegiatan , prosedur, dan bahkan peralatan yang
berbeda pekerjaan yang beraneka ragam biasanya di pandang sebagai pekerjaan
yang menantang karena mereka menggunakan keterampilan yang mereka milik.
b.
Identitas
tugas
Memungkinkan karyawan mengerjakan sebuah
pekerjaan secara menyeluruh sanagt terspesialisasi cenderung menciptakan tugas
yang rutin dan mengakibatkan seseorang hanya mengerjakan satu bagian saja
dari keseluruhan pekerjaan , hal ini menimbulkan adanya perasaan tidak
melakukan apa apa oleh karena itu dengan memperluas tugas tugas yang
dapat meningkatkan perasaan mangerjakan seluruh pekerjaan berarti meningkatkan
identitas tugas.
c.
Keberartian
tugas
Merujuk kepada besarnya pengaruh dari
pekerjaan yang di lakukan seseorang terhadap pekerjaan orang lain. Sangat
penting bagi seseorang untuk mempunyai perasaan melakukan pekerjaan yang sangat
berarti bagi perusahaan maupun masyarakat untuk itu adalah penting apabila
pemimpin memberitahukan di depan orang lain bahwa pekerjaannya sangat berarti
bagi perusahaan.
d.
Otonomi
Merujuk kepada adanya ide bahwa
karyawan dapat mengendalikan sendiri tugas tugasnya hal ini penting untuk
menimbulkan rasa tanggung jawab .cara yang umum di pakai adalah melalui
manajemen berdasarkan sasaran.karena dengan cara ini karyawan memiliki
kesempatan untuk menentukan sendiri tujuan pribadi dan tujaun kerjanya.
e.
Umpan
balik
Merujuk kepada informasi yang diterima
oleh pekerja tentang seberapa baiknya ia melaksanakan tugasnya . penelitian
tentang hubungan karakteristik pekerjaan dengan sikap dan perilaku organisasi
banyak dilakukan oleh peneliti di bidang MSDM dan perilaku organisasi
Sikap Kerja
Manajemen Sumber Daya
manusia. Didalam kamus bahasa Indonesia menjelaskan sikap adalah perbuatan
dan sebagainya yang berdasarkan pendirian (Wjs. Poerwadarminta,2002:944).
Sedangkan kerja adalah melakukan sesuatu (Wjs. Poerwadarminta, 2002:492). Menurut pengertian dari Agus Maulana, sikap kerja karyawan adalah cara kerja karyawan didalam mengkomunikasikan suasana karyawan kepada pimpinan ataupun perusahaan. Karyawan merasakan adanya kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Loyal adalah patuh, setia (Wjs. Poerwadarminta, 2002:609). Dari pengertian diatas, kesimpulannya adalah suatu kecenderungan karyawan untuk pindah ke perusahaan lain. Apabila karyawan bekerja pada suatu perusahaan, dan perusahaan tersebut telah memberikan fasilitas – fasilitas yang memadai dan diterima oleh karyawannya, maka kesetiaan karyawan terhadap perusahaan akan semakin besar, maka timbul dorongan yang menyebabkan karyawan melakukan pekerjaan menjadi lebih giat lagi.
Fasilitas – fasilitas yang diterima oleh karyawan sehingga karyawan mau bekerja sebaik mungkin dan tetap loyal pada perusahaan, hendaknya perusahaan memberikan imbalan yang sesuai kepada karyawannya. Semua itu tergantung pada situasi dan kondisi perusahaan tersebut serta tujuan yang ingin dicapai.
Untuk itu perusahaan mengemukakan beberapa cara:
a. Gaji yang cukup
b. Memberikan kebutuhan rohani.
c. Sesekali perlu menciptakan suasana santai.
d. Menempatkan karyawan pada posisi yang tepat.
e. Memberikan kesempatan pada karyawan untuk maju.
f. Memperhatikan rasa aman untuk menghadapi masa depan.
g. Mengusahakan karyawan untuk mempunyai loyalitas.
h. Sesekali mengajak karyawan berunding.
i. Memberikan fasilitas yang menyenangkan. (Nitisemito, 1991:167
Sebab – sebab turunnya loyalitas dan sikap kerja itu dikarenakan banyak sebab misalnya, upah yang mereka terima tidak sesuai dengan pekerjaannya, tidak cocoknya dengan gaya perilaku pemimpin, lingkungan kerja yang buruk dan sebagainya. Untuk memecahkan persoalan tersebut, maka perusahaan harus dapat menemukan penyebab dari turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan pada prinsipnya turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan oleh ketidakpuasan para karyawan. Adapun sumber ketidakpuasan bisa bersifat material dan non material yang bersifat material antara lain: rendahnya upah yang diterima, fasilitas minimum. Sedangkan yang non material
antara lain: penghargaan sebagai manusia, kebutuhan – kebutuhan yang berpartisipasi dan sebagainya (S. Alex Nitisemito, 1991:167).
Sedangkan kerja adalah melakukan sesuatu (Wjs. Poerwadarminta, 2002:492). Menurut pengertian dari Agus Maulana, sikap kerja karyawan adalah cara kerja karyawan didalam mengkomunikasikan suasana karyawan kepada pimpinan ataupun perusahaan. Karyawan merasakan adanya kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Loyal adalah patuh, setia (Wjs. Poerwadarminta, 2002:609). Dari pengertian diatas, kesimpulannya adalah suatu kecenderungan karyawan untuk pindah ke perusahaan lain. Apabila karyawan bekerja pada suatu perusahaan, dan perusahaan tersebut telah memberikan fasilitas – fasilitas yang memadai dan diterima oleh karyawannya, maka kesetiaan karyawan terhadap perusahaan akan semakin besar, maka timbul dorongan yang menyebabkan karyawan melakukan pekerjaan menjadi lebih giat lagi.
Fasilitas – fasilitas yang diterima oleh karyawan sehingga karyawan mau bekerja sebaik mungkin dan tetap loyal pada perusahaan, hendaknya perusahaan memberikan imbalan yang sesuai kepada karyawannya. Semua itu tergantung pada situasi dan kondisi perusahaan tersebut serta tujuan yang ingin dicapai.
Untuk itu perusahaan mengemukakan beberapa cara:
a. Gaji yang cukup
b. Memberikan kebutuhan rohani.
c. Sesekali perlu menciptakan suasana santai.
d. Menempatkan karyawan pada posisi yang tepat.
e. Memberikan kesempatan pada karyawan untuk maju.
f. Memperhatikan rasa aman untuk menghadapi masa depan.
g. Mengusahakan karyawan untuk mempunyai loyalitas.
h. Sesekali mengajak karyawan berunding.
i. Memberikan fasilitas yang menyenangkan. (Nitisemito, 1991:167
Sebab – sebab turunnya loyalitas dan sikap kerja itu dikarenakan banyak sebab misalnya, upah yang mereka terima tidak sesuai dengan pekerjaannya, tidak cocoknya dengan gaya perilaku pemimpin, lingkungan kerja yang buruk dan sebagainya. Untuk memecahkan persoalan tersebut, maka perusahaan harus dapat menemukan penyebab dari turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan pada prinsipnya turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan oleh ketidakpuasan para karyawan. Adapun sumber ketidakpuasan bisa bersifat material dan non material yang bersifat material antara lain: rendahnya upah yang diterima, fasilitas minimum. Sedangkan yang non material
antara lain: penghargaan sebagai manusia, kebutuhan – kebutuhan yang berpartisipasi dan sebagainya (S. Alex Nitisemito, 1991:167).
Indikasi – indikasi turunnya loyalitas
dan sikap kerja karyawanantara lain
1. Turun/ rendahnya produktivitas kerja.
Turunnya produktivitas kerja ini dapat diukur atau diperbandingkan dengan waktu sebelumnya. Produktivitas kerja yang turun ini dapat terjadi karena kemalasan atau penundaan kerja
2. Tingkat absensi yang naik.
Pada umumnya bila loyalitas dan sikap kerja karyawan turun, maka karyawan akan malas untuk datang bekerja setiap hari. Bila ada gejala – gejala absensi naik maka perlu segera dilakukan penelitian.
3. Tingkat perpindahan buruh yang tinggi.
Keluar masuknya karyawan yang meningkat tersebut terutama adalah karena tidak senangnya para karyawan bekerja pada perusahaan. Untuk itu mereka berusaha mencari pekerjaan lain yang dianggap sesuai. Tingkat perpindahan buruh yang tinggi selain dapat menurunkan produktivitas kerja, juga dapat mempengaruhi kelangsungan jalannya perusahaan.
4. Kegelisahan dimana – mana.
Loyalitas dan sikap kerja karyawan yang menurun dapat menimbulkan kegelisahan sebagai seorang pemimpin harus mengetahui bahwa adanya kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidak terangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal – hal yang lain.
5. Tuntutan yang sering terjadi.
Tuntutan yang sebetulnya merupakan perwujudan dan ketidakpuasan, dimana pada tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan.
6. Pemogokan.
Tingkat indikasi yang paling kuat tentang turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan adalah pemogokan. Biasanya suatu perusahaan yang karyawannya sudah tidak merasa tahan lagi hingga memuncak, maka hal itu akan menimbulkan suatu tuntutan, dan bilamana tuntutan tersebut tidak berhasil, maka pada umumnya para karyawan melakukan pemogokan kerja. (S. Alex Nitisemito,1991:163 – 166).
1. Turun/ rendahnya produktivitas kerja.
Turunnya produktivitas kerja ini dapat diukur atau diperbandingkan dengan waktu sebelumnya. Produktivitas kerja yang turun ini dapat terjadi karena kemalasan atau penundaan kerja
2. Tingkat absensi yang naik.
Pada umumnya bila loyalitas dan sikap kerja karyawan turun, maka karyawan akan malas untuk datang bekerja setiap hari. Bila ada gejala – gejala absensi naik maka perlu segera dilakukan penelitian.
3. Tingkat perpindahan buruh yang tinggi.
Keluar masuknya karyawan yang meningkat tersebut terutama adalah karena tidak senangnya para karyawan bekerja pada perusahaan. Untuk itu mereka berusaha mencari pekerjaan lain yang dianggap sesuai. Tingkat perpindahan buruh yang tinggi selain dapat menurunkan produktivitas kerja, juga dapat mempengaruhi kelangsungan jalannya perusahaan.
4. Kegelisahan dimana – mana.
Loyalitas dan sikap kerja karyawan yang menurun dapat menimbulkan kegelisahan sebagai seorang pemimpin harus mengetahui bahwa adanya kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidak terangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal – hal yang lain.
5. Tuntutan yang sering terjadi.
Tuntutan yang sebetulnya merupakan perwujudan dan ketidakpuasan, dimana pada tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan.
6. Pemogokan.
Tingkat indikasi yang paling kuat tentang turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan adalah pemogokan. Biasanya suatu perusahaan yang karyawannya sudah tidak merasa tahan lagi hingga memuncak, maka hal itu akan menimbulkan suatu tuntutan, dan bilamana tuntutan tersebut tidak berhasil, maka pada umumnya para karyawan melakukan pemogokan kerja. (S. Alex Nitisemito,1991:163 – 166).
Perilaku Karyawan
Berdasar fitrahnya setiap
manusia dilahirkan sebagai orang bersih. Dia ingin berbuat yang
terbaik bagi dirinya dan juga untuk orang lain serta lingkungannya. Dalam
prosesnya, disamping karena faktor diri sendiri (internal) maka faktor
eksternal sangat mempengaruhi pembentukan perilaku
seseorang: Ada manusia yang berperilaku baik dan ada yang
buruk; Ada yang rendah hati dan ada yang tinggi hati; Ada yang
introvert dan ada yang ekstrovert. Begitu juga dalam nuansa sebagai
pekerja: Ada yang malas dan ada yang rajin; Ada yang produktif dan ada yang
tidak produktif; Ada yang senang pada tantangan kerja dan ada yang menjauhi
tantangan kerja; Ada yang memiliki ambisi pribadi yang kuat dan ada yang lemah.
Pertanyaannya adalah mengapa terjadi keragaman perilaku manusia
khususnya di kalangan
karyawan?
Kenyataan empiris dan praktis
menunjukkan bahwa perilaku seseorang, misalnya dalam pekerjaan yakni
produktivitas kerja, dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik seperti
digambarkan dalam formula persamaan berikut:
Y (perilaku) = f ( Xi, Xe ); ceteris
paribus.
(1) Unsur
intrinsik (Xi) antara lain:
·
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang dapat
dilihat dari penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam penguasaan
bidang ilmu tertentu. Dalam hal ini kecerdasan intelektualnya (misalnya dalam
hal menggunakan rumus-rumus matematika) akan diikuti oleh sikap menghadapi permasalahan
dan keterampilan menganalisis, dan mencari alternatif pendekatan masalah.
Semakin tinggi penguasaan derajad intelektualitasnya maka semakin terbuka
kemampuannya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
·
Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang terkait
dengan kompetensi dalam pekerjaannya. Pengetahuan yang dikuasai tidak terbatas
pada bidang ilmu-ilmu “keras” tetapi juga “lunak” misalnya pengetahuan tentang
komunikasi, inisiatif, kreativitas, dan konflik. Selain itu, penguasaan pengetahuan
tentang emosional dan spiritual dinilai penting. Semakin tinggi tingkat
pemahaman seseorang (terhadap ilmu-ilmu keras dan lunak)
maka semakin tinggi daya inovatif dan produktifitas kerjanya.
·
Tingkat keterampilan
Tingkat keterampilan terkait dengan penguasaan
penerapan ilmu dan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki seseorang yang
dipraktekkan dalam pekerjaannya. Sama halnya dengan tingkat pengetahuan maka
penguasaan segi praktis di dalam menerapkan ilmu-ilmu keras dan lunak dalam
dunia nyata akan membantu seseorang untuk mampu meningkatkan produktivitas
kerjanya. Misalnya, seseorang yang memiliki kemampuan berkomunikasi untuk
mengatasi konflik (horisontal dan vertikal) dengan orang
lain, biasanya dapat diterima secara sosial. Dengan kata lain dia memperoleh
pengakuan sosial dan menjadi pendorong baginya untuk meningkatkan kinerjanya.
·
Sikap motivasi terhadap
kerja
Sikap motivasi seorang karyawan terhadap
pekerjaannya berpengaruh terhadap kinerja yang dicapainya. Makin tinggi
penghargaan dan dorongan seseorang terhadap pelaksanaan pekerjaanya semakin
tinggi kinerjanya. Dorongan ini dapat terjadi karena adanya unsur sudut pandang
yang positif terhadap pekerjaan, dorongan untuk mencari nafkah dan karir, dan
dorongan untuk memperoleh pengakuan sosial dan pencapaian harga diri
serta aktualisasi diri.
·
Tingkat pengalaman kerja
Pengalaman seseorang dalam bekerja
merupakan akumulasi dari keberhasilan dan kegagalan serta gabungan dari
kekuatan dan kelemahan di dalam melaksanakan pekerjaannya. Dari pengalaman tersebut,
seseorang memperoleh pembelajaran untuk berperilaku yang lebih baik. Dengan
demikian, pengalaman kerja merupakan kondisi yang digunakan oleh seseorang di
dalam proses umpanbalik untuk meningkatkan mutu perencanaan, pelaksanaan dan
hasil pekerjaannya. Hipotesisnya adalah semakin banyak pengalaman kerja
sesorang maka semakin tinggi pengetahuan, sikap dan keterampilannya
dalam bekerja yang pada gilirannya akn mampu meningkatkan produktivitas
kerjanya.
(2) Unsur
ekstrinsik (Xe), antara lain mencakup unsur:
·
Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga yang dimaksud disini
adalah sikap dan motivasi anggota suatu keluarga di dalam memandang makna suatu
pekerjaan. Interaksi dalam bentuk sosialisasi keluarga yang intensif terhadap
makna pekerjaan akan membantu setiap anggota keluarga untuk mengoptimumkan SDM
(human capital) dalam bersaing memperoleh atau menciptakan lapangan
kerja. Selain itu, lingkungan keluarga yang kondusif akan mampu meningkatkan
kinerja anggota keluarganya.
·
Lingkungan sosial-budaya
Lingkungan sosial budaya, seperti
tingginya aspek kedisiplinan sosial, tanggung jawab sosial dan sistem nilai
tentang pekerjaan akan mendorong seseorang untuk terlibat aktif dalam
meningkatkan kinerjanya. Termasuk di dalamnya adalah memandang mutu SDM sebagai
salah satu budaya dan sekaligus kebutuhan setiap individu masyarakat.
Produktivitas sudah dipandang sebagai produk budaya untuk meningkatkan
martabat di antara warganya.
·
Lingkungan ekonomi
Lingkungan ekonomi antara lain dicirikan
oleh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, derajad kemiskinan, penguasaan
aset produksi, dan pendapatan perkapita. Misalnya pendapatan perkapita dan
kemiskinan yang di bawah standar hidup layak akan mengakibatkan peluang
penduduk untuk meraih tingkat pendidikan yang tinggi dan kesehatan yang purna
menjadi semakin sulit dicapai. Kondisi ini akan mempengaruhi kinerja seseorang
dalam bekerja yakni produktivitas di bawah standar.
·
Lingkungan belajar
Lingkungan belajar dapat dilihat dari
perilaku masyarakat dalam hal mengikuti pendidikan dan pelatihan. Apakah
masyarakat menyadari pembelajaran sudah menjadi kebutuhan dirinya
dalam pengembangan energi sosialnya?. Selain itu lingkungan belajar dicirikan
pula oleh ketersediaan fasilitas belajar, jumlah dan mutu instruktur, serta
metode pembelajaran. Lingkungan belajar yang semakin baik mendorong masyarakat
untuk meningkatkan kualitas belajarnya sehingga akan meningkatkan pengetahuan,
sikap, keterampilan serta produktivitas kerjanya.
·
Lingkungan kerja termasuk
budaya kerja
Lingkungan kerja dibatasi pada tempat
dimana seseorang bekerja. Suasana kerja dicirikan oleh aspek-aspek budaya
produktif, kepemimpinan, hubungan karyawan dengan sesama rekan dan atasan,
manajemen kinerja, manajemen karir, manajemen pendidikan dan pelatihan, dan
manajemen kompensasi. Beragam aspek lingkungan tersebut sangat mempengaruhi
motivasi, kepuasan dan kinerja kerja para karyawan.
·
Teknologi
Teknologi yang dimaksud disini dapat
berupa teknologi lunak (intangible) dan teknologi keras (tangible). Teknologi
lunak berupa metode, teknik dan prosedur kerja. Sementara teknologi
keras berupa mesin-mesin atau alat-alat produksi. Dua perangkat
teknologi ini memiliki posisi sebagai unsur bantu atau instrumen dari suatu
proses produksi agar karyawan dapat meningkatkan produktivitasnya. Ukurannya
adalah efektivitas dan efisiensi. Semakin tinggi kualitas atau
efisiensi teknologi yang digunakan maka semakin tinggi pula produktivitas kerja
karyawan. Untuk itu dibutuhkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan
mengoperasikan dan memelihara teknologi yang dipakai.
Semangat Kerja
Pengertian Semangat Kerja
Hasley (2001) menyatakan bahwa semangat kerja atau moral kerja itu adalah sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan seorang karyawan untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih tanpa menambah keletihan, yang menyebabkan karyawan dengan antusias ikut serta dalam kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan tidak mudah kena pengaruh dari luar, terutama dari orang-orang yang mendasarkan sasaran mereka itu atas tanggapan bahwa satu-satunya kepentingan pemimpin perusahaan itu terhadap dirinya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya darinya dan memberi sedikit mungkin.
Sedangkan Siswanto (2000, p.35), mendefinisikan semangat kerja sebagai keadaan psikologis seseorang. Semangat kerja dianggap sebagai keadaan psikologis yang baik bila semangat kerja tersebut menimbulkan kesenangan yang mendorong seseorang untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan.
Menurut Nitisemito (2002, p.56), definisi dari semangat kerja adalah kondisi seseorang yang menunjang dirinya untuk melakukan pekerjaan lebih cepat dan lebih baik di dalam sebuah perusahaan.
Aspek-aspek Semangat Kerja
Aspek-aspek semangat kerja perlu untuk dipelajari karena aspek-aspek ini mengukur tinggi-rendahnya semangat kerja. Menurut Maier (1999, p.180), seseorang yang memiliki semangat kerja tinggi mempunyai alasan tersendiri untuk bekerja yaitu benar-benar menginginkannya. Hal ini mengakibatkan orang tersebut memiliki kegairahan kualitas bertahan dalam menghadapi kesulitan untuk melawan frustasi, dan untuk memiliki semangat berkelompok. Menurut Maier (1999, p.184), ada empat aspek yang menunjukkan seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi, yaitu:
Hasley (2001) menyatakan bahwa semangat kerja atau moral kerja itu adalah sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan seorang karyawan untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih tanpa menambah keletihan, yang menyebabkan karyawan dengan antusias ikut serta dalam kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan tidak mudah kena pengaruh dari luar, terutama dari orang-orang yang mendasarkan sasaran mereka itu atas tanggapan bahwa satu-satunya kepentingan pemimpin perusahaan itu terhadap dirinya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya darinya dan memberi sedikit mungkin.
Sedangkan Siswanto (2000, p.35), mendefinisikan semangat kerja sebagai keadaan psikologis seseorang. Semangat kerja dianggap sebagai keadaan psikologis yang baik bila semangat kerja tersebut menimbulkan kesenangan yang mendorong seseorang untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan.
Menurut Nitisemito (2002, p.56), definisi dari semangat kerja adalah kondisi seseorang yang menunjang dirinya untuk melakukan pekerjaan lebih cepat dan lebih baik di dalam sebuah perusahaan.
Aspek-aspek Semangat Kerja
Aspek-aspek semangat kerja perlu untuk dipelajari karena aspek-aspek ini mengukur tinggi-rendahnya semangat kerja. Menurut Maier (1999, p.180), seseorang yang memiliki semangat kerja tinggi mempunyai alasan tersendiri untuk bekerja yaitu benar-benar menginginkannya. Hal ini mengakibatkan orang tersebut memiliki kegairahan kualitas bertahan dalam menghadapi kesulitan untuk melawan frustasi, dan untuk memiliki semangat berkelompok. Menurut Maier (1999, p.184), ada empat aspek yang menunjukkan seseorang mempunyai semangat kerja yang tinggi, yaitu:
·
Kegairahan
Seseorang yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki motivasi dan dorongan bekerja. Motivasi tersebut akan terbentuk bila seseorang memiliki keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya. Yang lebih dipentingkan oleh karyawan adalah seharusnya bekerja untuk organisasi bukan lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat. Seseorang akan dikatakan memiliki semangat kerja buruk apabila lebih mementingkan gaji daripada bekerja. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa seseorang dengan gaji yang tinggi masih juga berkeinginan untuk pindah bekerja di tempat lain. Seseorang yang benar-benar ingin bekerja, akan bekerja dengan baik meskipun tanpa pengawasan dari atasannya dan juga mereka akan bekerja bukan karena perasaan takut tetapi lebih pada dorongan dari dalam dirinya untuk kerja yang tinggi akan menganggap bekerja sebagai sesuatu hal yang menyenangkan bukan hal yang menyengsarakan.
Seseorang yang memiliki kegairahan dalam bekerja berarti juga memiliki motivasi dan dorongan bekerja. Motivasi tersebut akan terbentuk bila seseorang memiliki keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya. Yang lebih dipentingkan oleh karyawan adalah seharusnya bekerja untuk organisasi bukan lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat. Seseorang akan dikatakan memiliki semangat kerja buruk apabila lebih mementingkan gaji daripada bekerja. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa seseorang dengan gaji yang tinggi masih juga berkeinginan untuk pindah bekerja di tempat lain. Seseorang yang benar-benar ingin bekerja, akan bekerja dengan baik meskipun tanpa pengawasan dari atasannya dan juga mereka akan bekerja bukan karena perasaan takut tetapi lebih pada dorongan dari dalam dirinya untuk kerja yang tinggi akan menganggap bekerja sebagai sesuatu hal yang menyenangkan bukan hal yang menyengsarakan.
·
Kekuatan untuk melawan
frustasi
Aspek ini menunjukkan adanya kekuatan seseorang untuk selalu konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya dalam bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak akan memilih sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya. Adanya semangat kerja yang tinggi ditimbulkan karena adanya kesempatan yang diberikan oleh perusahaan untuk mendapatkan ijin ketika menderita sakit.
Aspek ini menunjukkan adanya kekuatan seseorang untuk selalu konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya dalam bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak akan memilih sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya. Adanya semangat kerja yang tinggi ditimbulkan karena adanya kesempatan yang diberikan oleh perusahaan untuk mendapatkan ijin ketika menderita sakit.
·
Kualitas untuk bertahan
Aspek ini tidak langsung menyatakan seseorang yang mempunyai semangat kerja yang tinggi maka tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran di dalam pekerjaannya. Ini berarti adanya ketekunan dan keyakinan penuh dalam dirinya. Gaji ataupun insentif yang tinggi yang diberikan oleh perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja karyawan, dan berpikir panjang jika ingin keluar dari perusahaan. Tunjangan serta fasilitas yang diberikan oleh perusahaan mampu merangsang semangat kerja karyawan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Keyakinan ini menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa yang akan datang dengan baik, hal inilah yang meningkatkan kualitas untuk bertahan. Ketekunan mencerminkan seseorang memiliki kesungguhan dalam bekerja. Sehingga tidak menganggap bahwa bekerja bukan hanya menghabiskan waktu saja, melainkan sesuatu yang penting.
Aspek ini tidak langsung menyatakan seseorang yang mempunyai semangat kerja yang tinggi maka tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran di dalam pekerjaannya. Ini berarti adanya ketekunan dan keyakinan penuh dalam dirinya. Gaji ataupun insentif yang tinggi yang diberikan oleh perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja karyawan, dan berpikir panjang jika ingin keluar dari perusahaan. Tunjangan serta fasilitas yang diberikan oleh perusahaan mampu merangsang semangat kerja karyawan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Keyakinan ini menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai energi dan kepercayaan untuk memandang masa yang akan datang dengan baik, hal inilah yang meningkatkan kualitas untuk bertahan. Ketekunan mencerminkan seseorang memiliki kesungguhan dalam bekerja. Sehingga tidak menganggap bahwa bekerja bukan hanya menghabiskan waktu saja, melainkan sesuatu yang penting.
·
Semangat kelompok
Semangat kelompok menggambarkan hubungan antar karyawan. Dengan adanya semangat kerja maka karyawan akan saling bekerja sama, tolong-menolong, dan tidak saling bersaing untuk menjatuhkan. Semangat kerja menunjukkan adanya kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain agar orang lain dapat mencapai tujuan bersama. Lingkungan kerja yang baik, menciptakan suasana kerja yang baik pula, kebersamaan diantara karyawan dengan membagi pekerjaan secara adil mampu meningkatkan semangat kerja bagi karyawan itu sendiri
Semangat kelompok menggambarkan hubungan antar karyawan. Dengan adanya semangat kerja maka karyawan akan saling bekerja sama, tolong-menolong, dan tidak saling bersaing untuk menjatuhkan. Semangat kerja menunjukkan adanya kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain agar orang lain dapat mencapai tujuan bersama. Lingkungan kerja yang baik, menciptakan suasana kerja yang baik pula, kebersamaan diantara karyawan dengan membagi pekerjaan secara adil mampu meningkatkan semangat kerja bagi karyawan itu sendiri
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar